JAKARTA – Program Corporate Social Responsibility (CSR) dulunya kerap dikaitkan dengan program bagi-bagi uang perusahaan di wilayah operasinya. Tidak sedikit oknum masyarakat sampai harus bersiasat demi mendapatkan gelontoran dana perusahaan tersebut.

Kini era itu telah berakhir. Sebaliknya justru kini perusahaan yang jemput bola. Bukan untuk berbaik hati bagi-bagi uang lalu balik badan pulang. Tapi sekarang program tanggung jawab sosial diisi dengan berbagai program pembinaan yang mampu melecut gairah berusaha masyarakat.

Itu terjadi di Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Wilayah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Timur ini memiliki luas wilayah mencapai 3767 km² beberapa tahun lalu masyarakatnya diketahui alami kekurangan gizi.

Kondisi itu turut mengusik manajemen PT Pertamina EP Tanjung Field yang berinisiatif mengaktifkan program kemitraan budidaya ikan air tawar. Selain untuk meningkatkan gizi, tujuan lainnya tentu mampu jadi salah satu jalan untuk memperbaiki perekonomian.

Di penghujung tahun 2019 manajemen Pertamina EP Tanjung Field akhirnya mulai bergerak. Program Pusat Pembudidayaan Perikanan Desa Kapar Inovatif (Peri Sakti) diaktifkan yang langsung beranggotakan empat orang.

“Masyarakat Desa Kapar sehari-hari bekerja sebagai buruh di kebun karet namun penghasilan dari karet belum mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini juga yang turut menjadi sebab kolam tanah mereka menjadi terbengkalai terkendala modal budidaya,” kata Dony Indrawan, Manager Communication Relation&CID Pertamina Hulu Indonesia (PHI) belum lama ini.

Dony menjelaskan, PHI tidak hanya ingin meninggalkan jejak sebagai perusahaan yang bagi-bagi uang. Tapi komitmen manajemen jelas dan tegas yakni tumbuh bersama masyarakat.

Peri Sakti bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam budidaya ikan dengan mengajak masyarakat untuk mencoba inovasi baru sistem budidaya ikan yaitu sistem bioflok. Inovasi ini menerapkan rekayasa lingkungan dengan mengandalkan oksigen dan pemanfaatan mikroorganisme untuk mengubah senyawa organik dan anorganik menjadi massa lumpur kaya nutrisi. Massa lumpur ini disebut dengan ‘flok’ yang mampu memperbaiki kualitas air dan menjadi nutrisi alami bagi ikan.

“Ikan hasil budidaya sistem bioflok bisa dipanen setelah 3 bulan tebar benih, sebulan lebih cepat dibandingkan kolam tanah konvensional. Rasa ikan hasil panen pun lebih gurih dan tidak berbau tanah,” jelas Dony.

Peri Sakti menjadi salah satu program sukses yang pernah dijalankan Pertamina. Berdasarkan hasil kajian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) program ini masuk kategori sangat baik dengan nilai 92,321. Artinya respon masyarakat sangat baik terhadap pelaksanaan dan memvalidasi dampak-dampak program yang telah dirasakan. Sedangkan hasil studi Social Return on Investment (SROI) untuk Peri Sakti berada pada rasio 1: 4,36.

“Angka ini termasuk tinggi dan sudah melewati batas resultan ideal untuk gagasan suatu program inovasi sosial di perusahaan,” ungkap Dony.

Beberapa dampak positif Peri Sakti diantaranya untuk lingkungan yaitu Pemanfaatan 31.000 liter air limbah bioflok yang dimanfaatkan untuk nutrisi lahan pertanian dalam satu tahun. Kemudian dari sisi sosial selain terlihat dari indeks kepuasan masyarakat ada Perubahan perilaku masyarakat dari budidaya ikan dengan sistem konvensional berganti menjadi sistem bioflok.

Selain itu kemitraan juga dibangun tidak hanya dengan Pertamina tapi juga kelompok sejenis misalnya dengan Kelompok Madani, Paguyuban Taman 10K, Dinas Perikanan Kabupaten Tabalong, Pemerintah Kecamatan Murung Pudak, Pemerintah Desa Kapar, dan D’Papuyu Farm.

Lalu tentu saja ada peningkatan dari sisi ekonomi yaitu pendapatan rata-rata kelompok dalam satu tahun sebesar Rp 12juta. Kemudian peningkatan kesejahteraan 4 anggota kelompok Peri Sakti. “Peningkatan kesejahteraan 11 anggota kelompok ibu-ibu Madani,” ujar Dony.

Dari setiap tahapan proses pelaksanaan Program Peri Sakti ini diperoleh lesson learnt bahwa mobilisasi dukungan dan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan sangat penting dilakukan khususnya dalam evaluasi program sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas publik. Selain itu, baik kelompok maupun perusahaan harus peka melihat dinamika baik internal perusahaan, internal kelompok binaan, masyarakat luas, maupun para pemangku kepentingan karena semuanya bukanlah entitas yang statis. Hal ini penting guna menjaga ritme implementasi program tetap berjalan sesuai dengan rencana dan terus berkelanjutan hingga dampak yang dirasakan lebih luas.

“Harapannya di tahun ke lima, Peri Sakti mampu mandiri dan sesuai dengan namanya mampu menjadi pusat pembelajaran budidaya ikan bagi masyarakat Kapar pada khususnya dan bagi masyarakat Tabalong pada umumnya,” jelas Dony. (RI)