JAKARTA – Kontrak Lease-Purchase of Floating Production Unit (FSU) tertanggal 8 Mei 2017 bernilai kontrak US$356 juta dengan jaminan pelaksanaan senilai US$19.313.440, diduga berpotensi merugikan negara.

Yusri Usman, Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), mengungkapkan bahwa pihaknya akan melaporkan dugaan penyimpangan proses pengadaan dan kelalaian pejabat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) yang berpotensi merugikan negara terkait tertundanya pasokan gas untuk kebutuhan industri di Jawa Timur.

“Kontrak antara Husky CNOOC Madura Limited (HCML) dengan Konsorsium PT Anugrah itu masih menggunakan skema cost recovery, dimana semua biaya-biaya yang timbul sejak eksplorasi dan membangun fasilitas produksi, diganti oleh negara. Karena diganti oleh negara, maka negara telah menunjuk SKK Migas bertanggungjawab mengawasi sejak perencanaan sampai dengan produksi,” kata Yusri, Senin (23/12).

Akibat keterlambatan pasokan gas, akan meningkatkan volume import gas untuk memenuhi kebutuhan industri di Jawa Timur. Selain itu, akan turut menyumbang defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit).

Menurut kajian CERI, penyumbang defisit transaksi berjalan adalah rendahnya lifting migas nasional yang berbanding terbalik dengan laju peningkatan komsumsi BBM.

“Ini adalah faktor di hulu, bukan faktor di hilir persisnya seperti yang dihebohkan di pembangunan kilang. Karena dibangun beberapa kilang kalau pasokan dari produksi di hulu memble,  ya terpaksa impor minyak mentah dan BBM semakin membesar. Jadi, kata kunci mengurangi defisit transaksi berjalan benahi sektor hulu maka lifting naik, diversifikasi penggunaan energi terbarukan sebagai motor penggerak,” ujar Yusri

Yusri mempertanyakan apakah konsorsium PT Anugrah Mulia Raya berhasil menyerahkan FSU sesuai isi kontrak, termasuk jadwal penyerahaannya.

“Kami juga mempertanyakan apa sebenarnya langkah-langkah yang telah dilakukan oleh SKK Migas dalam mengawasi proses pengadaan ini sudah sesuai tupoksinya. Kalau terjadi pembiaran terhadap dugaan penyimpangan itu sama saja pejabat SKKMigas melakukan tindak korupsi,” ujar Yusri.

Menurut Yusri, BPK RI telah menemukan kerugian negara akibat jaminan penawaran PT Duta Merine senilai US$ 3,9 juta tidak dicairkan oleh HCML  untuk negara, malah menunjuk konsorsium PT Anugrah Mulia Raya dengan Sadakan Offshore ( M) Sdn Bhd, Emas Offshore Construction & Production Pte Ltd dan PT Pelayaran Intilintas Tirthanusantara pada 8 Mei 2017, yang belakangan juga bermasalah belum mampu menyerah unit floting produksinya sampai saat ini.

“Bahkan, mantan kepala SKKMigas Amin Sunaryadi sudah pernah diperiksa oleh Bareskrim Polri pada Febuari 2018, namun tidak jelas hasil pemeriksaan itu oleh penyidik apakah ditindak lanjuti atau tidak. Mungkin ini akan menjadi PR bagi Kapolri yang baru, atau Kejagung dan KPK bisa masuk mengusut ini untuk menyelamatkan kerugian negara dan memenuhi janji Presiden akan menggigit siapa yang membuat impor migas semakin besar,” tandas Yusri.(RA)