PLN meminta penetapan harga khusus untuk pembangkit tetap dipertahankan agar tarif listrik tetap terjaga.

JAKARTA – PT PLN (Persero) mengharapkan pemerintah melanjutkan kebijakan yang mematok harga batu bara untuk kebutuhan domestik, khususnya pembangkit listrik. Ini diperlukan untuk memastikan harga produksi listrik tetap stabil, sehingga harga listrik ke masyarakat juga tidak perlu naik.

Supangkat Iwan Santoso, Direktur Pengadaan Strategis PLN, mengatakan kebijakan harga DMO (domestic market obligation) batu bara adalah salah satu cara PLN untuk mengakses harga bahan baku produksi yang terjangkau.

“Kami harap memang DMO terus dilanjutkan. Hal ini untuk menentukan agar tarif listrik tetap bisa terjaga. Hari ini banyak pembangkit PLN yang masih menggunakan energi primer, ketika dolar dan harga energi primer meningkat maka pasti biaya produksi akan naik,” kata Iwan di Gedung DPR Jakarta, Senin malam (28/1).

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1395 K/30/MEM/2018 menetapkan jual harga batu bara DMO sebesar US$70 per metrik ton untuk kebutuhan PLN dan pembangkit swasta. Kemudian diterbitkan pula Keputusan Nomor 1410 K/30/MEM/2018 yang berisikan aturan bahwa harga batu bara DMO mulai diberlakukan sejak 12 Maret 2018.

Pelaku usaha batu bara mengusulkan perubahan mekanisme DMO, yakni dengan hanya menyetorkan iuran kepada pemerintah tanpa ada kewajiban menyalurkan batu bara.

Menurut Iwan, wacana tersebut tidak tepat diterapkan lantaran sistem iuran seakan menunjukkan kuasa pemerintah atas sumber daya alam Indonesia terlihat berkurang. Padahal pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan memiliki peran untuk bisa mengatur royalti pajak, menetapkan harga maksimum.

“Saya melihat begini, kalau iuran seolah -olah penambang jualan dipatung, disumbangkan ke PLN. DMO lebih tepat menurut kami,” ungkap Iwan.

Ketergantungan PLN dengan batu bara terbilang besar dan diperkirakan akan bertahan dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, lebih dari 50% produksi listrik dihasilkan dari pembangkit listrik bertanaga batu bara.

Berdasarkan proyeksi Direktora Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, pada 2019 diperkirakan sebanyak 128,04 juta ton atau mencapai 26,68% dari rencana produksi akan dialokasikan untuk kebutuhan domestik.

Alokasi batu bara dalam negeri untuk 2019 terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang masih mendominasi dengan 95,73 juta ton atau 74,77% dari total DMO. Pengguna lainnya yang memerlukan batu bara cukup banyak adalah industri semen sebanyak 16,16 juta ton atau 12,62%, kertas sebanyak 6,21 juta ton atau 4,85%, dan metalurgi 5,41 juta ton atau 4,23%. Sisanya terbagi untuk industri tekstil, pupuk, dan briket.

Proyeksi DMO untuk tahun ini lebih tinggi dari kewajiban DMO 2018 sebesar 25% atau sebanyak 121 juta ton dari rencana awal produksi nasional sebanyak 485 juta ton. Realisasi DMO sepanjang 2018 hanya mencapai 21,7% atau 115 juta ton saja.(RI)