PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu migas, mencatatkan kinerja positif selama 10 tahun usianya. Ini dibuktikan dengan kemampuan perusahaan mempertahankan tingkat produksi minyak dan gas, dari sisi finansial juga relatif positif. Hal itu terbukti dari kontribusi PHE terhadap induk usaha yang tak bisa dikesampingkan. Saat terbentuk, pada 2007, PHE hanya membukukan laba bersih US$ 175,13 juta. Secara perlahan laba terus meningkat dan mencapai puncaknya pada 2013 sebesar US$ 715,46 juta. Kendati ada penurunan laba bersih dari 2014 hingga 2016, tren positif ditunjukkan pada 2017. Hingga Juni lalu, PHE mencatatkan laba bersih di atas US$ 110 juta dari target sepanjang 2017 sebesar US$151,78 juta.

Untuk mengetahui kinerja dan proyeksi PHE ke depan, wartawan Dunia Energi mewawancarai Komisaris Utama PHE yang juga Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsul Alam. Berikut petikannya.

 

 

Bagaimana Anda melihat kinerja PHE selama 10 tahun terakhir ini?
Perlu kami tegaskan tujuan awal pembentukan PHE adalah untuk mengelola aset-aset partnership Pertamina, baik berupa Joint Operating Body (JOB) maupun Participating Interest (PI). Dengan demikian, semangat partnership harus menjadi value management di PHE. Dalam bermitra, PHE melalui anak perusahaannya menjadi operator suatu blok, misalnya di seluruh JOB dan beberapa blok PSC. Contohnya seperti PHE ONWJ (Offshore North West Java) dan PHE WMO (West Madura Offshore). Sebagai pemegang interest minoritas di beberapa blok, PHE juga berperan aktif, tidak hanya sebagai silent partner, dalam menyusun program-program kerja agar suatu aset dapat dikelola dengan optimal. Dalam 10 tahun perjalanannya, secara umum PHE menunjukkan kinerja yang terus membaik dan hal ini dapat dilihat dari keinginan para partner untuk terus bermitra dengan PHE.

Artinya, peran BOD dan manajemen juga sangat strategis dalam pencapaian PHE dalam satu dekade?
Kami memberikan apresiasi kepada direksi PHE yang telah berusaha memberikan kinerja yang baik. Direksi dan seluruh manajemen mengelola PHE dengan meningkatkan pertumbuhan aset, memitigasi risiko dalam menghadapi lingkungan bisnis yang dinamis, dan menggali potensi dan mengoptimalkan berbagai peluang bisnis. Manajemen PHE telah meningkatkan sistem pengendalian internal, risiko operasional yang bersifat internal maupun eksternal telah dapat diidentifikasi dan dikendalikan namun perlu diintegrasikan antara mitigasi risiko dan upaya pencapaian laba. Direksi PHE juga telah mampu meningkatkan kompetensi SDM untuk menghasilkan kualitas SDM yang profesional, andal, dan memiliki integritas tinggi. Hal tersebut dilakukan melalui program pelatihan yang terencana, internalisasi, dan sosialisasi budaya PHE, termasuk pengelolaan SDM berbasis kompetensi, untuk mencetak SDM yang siap menghadapi tantangan.

Bagaimana Anda melihat posisi produksi PHE saat ini dan proyeksinya ke depan?
Produksi PHE merupakan gabungan dari aset yang sudah dimiliki Pertamina sebelum PHE berdiri maupun hasil akusisi (inorganik) Pertamina (Persero) yang diserahkan untuk menjadi bagian dari portofolio PHE, seperti misalnya ONWJ dan WMO. Dengan demikian, angka produksi memang menunjukan tre meningkat dari awal berdirinya anak perusahaan ini. Namun yang lebih penting adalah bagaimana upaya PHE dapat mempertahankan tingkat produksi dengan menahan decline seminimal mungkin mengingat hampir seluruh asetnya adalah aset yang sudah mature. Usaha-usaha eksplorasi juga terus dilakukan untuk menambah produksi melalui pengembangan lapangan baru.

Bagaimana dengan posisi finansial?
Dalam menilai sisi finansial yang paling penting adalah bagaimana PHE dapat mengendalikan cost, baik yang terkait dengan biaya operasi produksi maupun investasi. Dengan turunnya harga minyak, PHE terus berupaya melakukan cost control dan hasilnya cukup baik dalam dua tahun terakhir ini.

Artinya, efisiensi harus terus dilanjutkan?
Kebijakan efisiensi di seluruh bidang memang sudah diambil oleh manajemen PHE sejak tahun lalu. Kebijakan ini memang tidak populis, tapi ini langkah strategis demi menjaga keberlangsungan perusahaan di tengah harga minyak dunia yang belum baik.

Bagaimana dengan SDM?
Sumber daya manusia (SDM) adalah aspek yang menurut saya paling penting. Seperti yang dihadapi Pertamina secara umum, problem utama saat ini adalah proses regenerasi. Dalam lima tahun ke depan akan banyak posisi-posisi senior management yang perlu diisi karena sebagian karyawan senior memasuki masa purna bakti. Proses pembekalan para pekerja muda untuk meningkatkan kompetensi melalui tour of duty maupun training baik aspek teknis maupun leadership menjadi fokus yang saat ini kami jalankan. Kami berharap bahwa para pekerja muda mempersiapkan diri dengan menunjukan kinerja yang produktif dan fokus untuk dapat membawa Pertamina kedepan lebih baik. Hal tersebut dilakukan melalui program pelatihan yang terencana, internalisasi dan sosialisasi budaya PHE, termasuk pengelolaan SDM berbasis kompetensi, untuk mencetak SDM yang siap menghadapi tantangan.

Tata kelola perusahaan yang baik juga jadi parameter keberhasilan PHE bertahan hingga saat ini. Bagaimana Anda melihat tantangan ke depan dalam tata kelola PHE?
Good Corporate Governance (GCG) merupakan komitmen yang kami jadikan landasan dalam mengelola perusahaan. Pedoman dan standar kerja terus kami perbaiki dan lengkapi agar setiap keputusan bisnis yang diambil terukur, kompetitif, dan akuntabel. Dalam era yang sangat cepat berubah dan keputusan bisnis harus dilakukan dengan cepat namun tetap mengedepankan analisis risiko yang terukur, tidak ada pilihan lain bagi PHE untuk dapat beradaptasi jika ingin terus dapat survive.

Artinya, implmentasi GCG sangat penting bagi keberlangsungan perusahaan ke depan?
Benar, implementasi GCG merupakan aspek yang sangat penting bagi perusahaan demi mencapai tujuan usaha yang berkelanjutan dan memberikan kontribusi optimal bagi para pemangku kepentingan. Komitmen BOD, manajemen, dan karyawan PHE untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG dalam keseharian pengelolaan perusahaan perlu diapresiasi. Segala keputusan strategis yang dilakukan mesti mempertimbangkan prinsip-prinsip GCG: Transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness demi kepentingan pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya.

Bagaimana Anda melihat strategi bisnis PHE yang dijalankan manajemen saat ini?
Kami mengamati prospek usaha dan strategi bisnis yang disusun oleh direksi dapat menjawab tantangan dan meraih peluang untuk bertumbuh. Peluang pekerjaan-pekerjaan
infrastruktur serta pendayagunaan dari sektor usaha lainnya
masih dapat dimaksimalkan. Untuk itu, direksi PHE harus mengatur strategi guna memastikan pencapaian ini dapat dilaksanakan pada 2017 dan tahun-tahun mendatang. Namun demikian, kami berpendapat bahwa strategi bisnis yang ditetapkan direksi tetap harus mempertimbangkan segala risiko, memperkuat kondisi keuangan, melanjutkan upaya optimalisasi aset, menyempurnakan proses bisnis, peningkatan efisiensi di segala lini, dan komitmen menjaga kesehatan dan keselamatan kerja dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (DR/RI)