JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menerapkan strategi baru dalam mendorong kegiatan di sektor hulu migas sekaligus menekan biaya dalam rangka efisiensi.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas,  mengatakan ke depan kontrak akan dibuat sedemikian rupa agar memungkinkan  kontraktor bisa melakukan kerja sama pemanfaatan fasilitas ataupun infrastruktur. Hal ini untuk mendukung skema  pengembangan berdasarkan klaster yang tengah disiapkan SKK Migas.

“Kita harus sinergi, antar KKKS, ke depan.  Kami bangun klastering, 6-7 klaster, harus ada kerja sama, infrastrukturnya jangan sendiri-sendiri, open access mechanism harus diimplementasikan,” kata Dwi disela pelaksanaan IPA Convex 2019, Jakarta, Rabu (4/9).

Menurut Dwi, pengadaan alat atau pemanfaatan infrastruktur bersama menjadi kunci penting dalam sistem klastering nanti. “Kalau kita beli sedikit, akan lebih mahal.  Jadi harus konsolidasi kebutuhan kontraktor, itu baik,” ujarnya.

Ketika sudah menjalankan sistem klaster dan pemanfaatan alat dan infrastruktur bersama  maka kontrak penggunaan alat-alat juga akan berubah. “Ketiga perpanjangan kontrak, kalau cuma satu tahun akan mahal, makanya kamj ciptakan kontrak jangka panjang,” jelas Dwi.

Kemudian kontraktor juga akan didorong untuk menggunakan teknologi terbaru. Ini penting karena penggunaan teknologi baru pasti ada keuntungan dari sisi efisiensi.

Dwi mencontohkan dalam suatu lapangan dimana ada potensi minyak pasti ada gasnya juga. Saat memproyeksikan minyak dibutuhkan gas, sayangnya jumlahnya tidak sedikit. Ini tentu berdampak pada lifting gas atau produksi gas siap jual.

Kondisi itu dinilai belum efisien sehingga perlu digunakan teknologi untuk menekan penggunaan gas, sehingga lifting bisa ditingkatkan.

“Kita harus mengusahakan teknologi yang terbaik, misalnya own used gas. Itu kan untuk proses, itu konsumsinya sangat besar. misalnya gas, lifting gas, itu beda produksi dan lifting itu bedanya 15%-16%, yang dilifting tinggal 85%, itu harus dievaluasi,” ungkap Dwi.

Ignasius Jonan Menteri ESDM, sebelumnya mengatakan efisiensi adalah sebuah keharusan di industri migas sekarang. Para kontraktor diminta tidak lagi terus berharap harga minyak akan kembali meroket baru investasi ditingkatkan.

Fluktuasi harga minyak dipengaruhi oleh permintaan dan pasokan minyak dunia, serta kondisi politik, sehingga diluar kendali Indonesia.

Jonan meminta perusahaan-perusahaan raksasa yang beroperasi di Indonesia ikut ambil bagian dalam efisiensi ini sehingga mereka juga ikut tingkatkan investasi.

“Ini kita tidak bisa prediksi (harga). Yang harus dilakukan itu efisiensi biaya-biaya produksi, biaya eksplorasi menggunakan teknologi up to date, seperti ExxonMobil, ConocoPhillips, Pertamina, Chevron,” tegas Jonan.(Ri)