JAKARTA – PT Chevron Pacific Indonesia  telah menemukan calon kuat pengganti untuk mengelola proyek Indonesia Deepwater Development (IDD),  yakni ENI, perusahaan migas asal Italia.

Dwii Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengatakan pembicaraan antara Chevron dan ENI berlangsung baik dam diharapkan segera mencapai kesepakatan sehingga proyek IDD bisa segera dilanjutkan.

“IDD perkembangan terakhir Chevron sudah lebih mengerucut dengan ENI, mungkin saat ini sedang proses finalisasi,” kata Dwi dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (30/9).

ENI lanjut Dwi menjadi salah satu kandidat pengganti Chevron paling potensial. Keberadaan ENI yang juga sudah ada di proyek migas laut dalam tahap I menjadi nilai lebih.

Keterlibatan ENI untuk menjadi operator di IDD tahap II diyakini tidak akan sulit karena sudah adanya fasilitas produksi di sekitar lokasi IDD yang dimiliki ENI.

Jika benar ENI yang akan menggantikan Chevron maka biaya investasi dalam proyek tersebut bisa lebih efisien atau turun.

“Bisa menurunkan investasi dari fasilitas produksinya karena kemudian bisa meng-connect kepada (lapangan) Jangkrik yang sudah dimiliki ENI,” ujar Dwi.

Proyek IDD merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang menjadi fokus perhatian Pemerintah untuk dapat segera diwujudkan.

Berdasarkan data SKK Migas, proyek IDD tahap II adalah proyek pengembangan lapngan Gendalo – Gehem dan diproyekso bisa berproduksi hingga 844 juta kaki kubik per hari atau million standard cubic feet per day (scfd) gas dan minyak 27 ribu barel per hari (bph). Proyek tersebut sedianya akan beroperasi pada kuartal IV 2025.

Chevron (sebagai operator) memegang 63% hak partisipasi di Proyek IDD (secara agregat), bersama mitra joint venture lainnya, yaitu ENI, Tip Top, Pertamina Hulu Energi, dan para mitra Muara Bakau. Pengembangan Gendalo-Gehem termasuk pengembangan dua hub terpisah masing-masing memiliki FPU, pusat pengeboran bawah laut, jaringan pipa gas alam dan kondensat, serta fasilitas penerimaan di darat. Rencananya gas alam hasil produksi dari proyek IDD akan dijual untuk kebutuhan dalam negeri dan diekspor dalam bentuk gas alam cair.

Dwi sebelumnya mengatakan pemerintah tidak mendapatkan kepastian dari operator bahwa proses pelepasan PI tidak akan menganggu rencana pengembangan. Untuk itu mau tidak mau Chevron harus bisa menyelesaikan persoalan pengalihan PI pada tahun ini. Hal itu agar gas bisa segera diproduksikan dari IDD.

“Sebenernya prosesnya timeline-nya yang ada, real-nya tergantung deal. Saya yakin IDD tahun ini. kalau enggak, enggak jalan-jalan ini,” kata Dwi.

Proyek IDD tahap II ini akan menggabungkan dua lapangan migas, yakni Lapangan Gendalo, Blok Ganal dan Gehem, Blok Rapak. Pengembangan tahap II ini mendesak untuk segera dilanjutkan, apalagi kontrak blok Rapak dan Ganal juga akan berakhir pada tahun 2027 dan 2028.

Nama ENI sebenarnya sudah lama beredar sebagai calon kuat pengganti Chevron. Beberapa kali Dwi tidak membantah peluang ENI untuk ambil alih proyek IDD dari Chevron sangat terbuka.

ENI merupakan kontraktor yang mengelola blok Muara Bakau yang mengerjakan proyek Jangkrik. Saat ini ENI juga telah menjadi salah satu kontributor terbesar lifting gas terbesar di Indonesia melalui lapangan Jangkrik.

“Kalau kita lihat dia memiliki fasilitas bagus kalau diintegrasikan dia memiliki competitive advantage, daya saing dari calon pembeli (PI) yang lain. Iya (ada kapasitas), dan sesungguhnya IDD itu mirip dengan Muara Bakau, Field-nya mirip sama-sama deep water,” kata Dwi.(RI)