JAKARTA – Pemerintah mengkaji untuk menghancurkan (demolish) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya yang berbahan bakar batu bara di Cilegon, Banten. Selain karena sudah berumur terlalu tua rencana tersebut juga betujuan untuk meningkatkan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional. Sebagai gantinya saat ini sedang dilakukan kajian untuk mengganti PLTU Suralaya dengan salah satu pembangkit EBT.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM,  mengungkapkan salah satu pembangkit listrik yang disiapkan untuk menggantikan PLTU Suralaya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Nantinya PLTS yang akan dibangun sebagai pengganti akan memiliki kapasitas besar serta terdapat baterai untuk menyimpan daya listrik sehingga tidak ada isu intermiten.

“Ini kajian internal, PLTU Suralaya yang usia 35 tahun sedang dilihat apa akan di demolish (hancurkan) dan ganti PLTS skala besar dengan baterai sehingga tidak ada unsur intermiten sama sekali. masih kajian,” kata Dadan di Jakarta, Senin (16/11).

PLTU Suralaya adalah salah satu PLTU paling tua di Indonesia yang dibangun pada 1985. PLTU Suralaya yang sekarang sudah memiliki tujuh unit merupakan salah satu pembangkit utama guna memasok listrik untuk wilayah Jawa bagian barat, selain PLTU Muara Karang di Jakarta Utara dan PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap) Cilegon.

Menurut Dadan, kajian untuk mematikan dan menggantikan PLTU Suralaya dengan pembangkit EBT dilakukan lantaran pemerintah menginginkan untuk menggenjot ketersediaan pembangkit EBT berkapasitas besar demi mencapai target sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dimana porsi EBT bisa mencapai 23% pada 2025 dalam bauran energi nasional. PLTS adalah salah satu andalan untuk mencapai target tersebut.

“Terkait PLTS, arahan pak Menteri (ESDM) ini akan jadi fokus terbesar mendorong secepatnya,” kata Dadan.

Selain PLTS dengan kapasitas besar pemerintah juga mendukung inisiatif berbagai lembaga maupun perusahaan yang juga turut serta dalam pengembangan PLTS di lingkungannya. “PLTS atap di kantor pusat Jasa Marga, di SPBU dan di Coca Cola ini terbesar di Asean, kemudian Danone Aqua di Klaten sudah pasang sendiri,” ungkap Dadan.

Dalam target pemerintah yang dicanangkan oleh Kementerian ESDM pada 2025 nanti kapasitas PLTS akan mencapai 5.130 Megawatt (MW) meningkat jauh ketimbang tahun ini yang ditargetkan hanya 280 MW. Kemudian kapasitasnya akan melesat hingga 2035 nanti mencapai 17.687 MW.

Beberapa strategi percepatan penggunaan PLTS adalah dengan pengembangan PLTS skala besar termasuk PLTS yang akan dibangun di bekas area pertambangan, lahan tidak produktif, pemanfaatan waduk, NTT sebagai lumbung energi berbasis PLTS yang bertujuan untuk menekan biaya produksi listrik dengan total potensi penambahan kapasitas mencapai 13.565 MW dan harganya bisa dibawah US$4 cent per kWh.

Lalu mengganti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan PLTS dan baterainya dengan total potensi kapasitasnya PLTS mencapai 1.200 MW dimana harga listriknya Rp 1.500 per kWh. Kemudian strategi berikutnya adalah pengembangan PLTS Atap secara masif pada sektor rumah tangga, ekowisata, klaster ekonomi dan maritim hingga memaksimalkan pengembangan PLTS Atap di sektor Industri dan bangunan komersial dengan target kapasitas 2.904 MW.(RI)