JAKARTA – Salah satu perusahaan tambang batu bara tua di Indonesia PT Bukit Asam  Tbk (PTBA), anggota holding Mineral Industry Indonesia (MIND ID) sudah berusia 100 tahun atau satu abad.

Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam, mengakui selama ini perseroan hanya menambang dan mengeruk batu bara tanpa mempertimbangkan adanya nilai tambah.

Aktivtas penambangan Bukit Asam pertama dilakukan pada 1800 di Sawahlunto, Sumatera Barat.

Sama seperti sekarang, dulu batu bara yang diambil dari dalam perut bumi langsung dibakar di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), sehingga sudah barang tentu langsung menghasilkan polusi udara.

“Selama ini yang kami lakukan, Bukit Asam kan sudah 100 tahun dan sejak zaman Belanda sudah menambang. Itu langsung dipakai di PLTU yang menimbulkan polusi tinggi, efek global warming, dan tidak ada nilai tambah. Hanya menggali, mengangkut, dan menjual. Selesai,” kata Arviyan dalam diskusi secara virtual, Rabu (21/10).

Batu bara hingga kini sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dalam negeri. Selain itu sebagian besar juga diekspor. Porsi batu bara dalam bauran energi listrik nasional di atas 50% jauh melebihi bauran energi seperti minyak, gas, serta energi baru terbarukan.

Menurut Arviyan, manajemen Bukit Asam kini sudah berubah dan menyadari bahwa tidak selamanya batu bara bisa dijadikan bisnis utama perusahaan. Jika selama ratusan tahun, bisnis model yang dijalani tidak memiliki nilai tambah, hilirisasi batu bara menjadi celah atau peluang untuk membuat Bukit Asam berkembang.

Bukit Asam juga sudah menjajaki kerja sama hilirisasi gasifikasi ini dengan perusahaan asing. Rencananya tahun depan Bukit Asam akan memulai EPC untuk hilirisasi gasifikasi batu bara dengan produk Dimethyl ether (DME) sebagai bahan baku LPG.

Hilirisasi dilakukan dengan mengubah batu bara menjadi gas atau D untuk bahan baku LPG yang selama ini lebih dari 70% harus dipenuhi dengan impor.

“Apabila ini berhasil, kita bisa lakukan hilirisasi lebih jauh lagi. Sebab di China, produk ini bisa diturunkan untuk avtur dan produk petrokimia untuk kurangi impor minyak ya,” kata Arviyan.(RI)