JAKARTA – Proyek Abadi Masela hingga kini masih juga tidak alami kemajuan. Padahal cadangan gas di blok Masela sudah ditemukan lebih dari 20 tahun lalu. Rencana pengembangannya (Plan of Development/POD) juga sudah diberikan sejak tahun 2019 lalu, padahal proyek Masela merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Usut punya usut ternyata ada ganjalan cukup serius sehingga gas dari Masela tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan diproduksi.

Taslim Z Yunus, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan hingga kini belum ada kepastian siapa yang akan membeli gas dari blok Masela. Kondisi itu tentu sangat berpengaruh terhadap rencana pengembangan Masela.

Tidak adanya kepastian pembeli gas Masela juga lantaran harga gas yang dianggap masih tinggi. Padahal pihak Inpex Corporation selaku operator sudah wanti-wanti bahwa harga gas Masela tidak bisa ditekan terlalu jauh karena penggunaan teknologi serta pembangunan infrastruktur pengolahan gas yang butuh biaya banyak.

“Masela discovery tahun 2000 sekarang tahun 2022, jadi 22 tahun belum hasilkan duit. Salah satu kendala komersialitas,” kata Taslim kepada Dunia Energi, belum lama ini.

Taslim menjelaskan, Inpex selaku operator belum bisa dengan leluasa memasarkan gas Masela. Padahal jika diberi kesempatan untuk memasarkan gas bagiannya saja maka peluang untuk mendapatkan pembeli jauh lebih besar ketimbang hanya andalkan potensi pasar domestik.

“Masela itu ada Jepang bagian jepang itu paling tidak dijual di jepang atau kemana terserah yang kita harapkan komersialitas bisa dmulai secepatnya tidak stuck seperti sekarang sejak dikasih POD belum bisa dikomersialkan,” jelas Taslim.

Proyek Abadi adalah proyek pengembangan LNG skala besar terintegrasi pertama yang dioperasikan oleh INPEX di Indonesia sebagai operator, sesudah Proyek LNG Ichthys di Australia. Sempat beredar informasi bahwa Inpex berniat membawa gas Masela ke Ichtys untuk diolah di sana.

Terbaru, Inpex Corporation sebagai induk usaha dari Inpex Masela Ltd. memutuskan untuk mundurkan penyelesaian proyek lapangan migas di Laut Arafuru, Maluku itu hingga 2030, atau molor dari jadwal yang sudah disepakati sesuai dengan POD pada 2027.

SKK Migas memang sempat menyebutkan saat ini sedang dibahas revisi POD yang didalamnya memasukan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di blok Masela. Hal itu jadi salah satu perubahan rencana yang diusung oleh Inpex agar para calon pembeli gas Masela tidak mengkhawatirkan emisi yang dihasilkan dari pengolahan gas.

Investasi di blok Masela bukanlah investasi sedikit. Nilainya diestimasikan bisa mencapai US$19,8 miliar dengan kapasitas fasilitas LNG mencapai 9,5 Metrik Ton Per Annum (MTPA) atau setara 1.600 juta kaki kubik per hari (MMscfd) serta gas pipa mencapai 150 MMscfd. Selain itu blok Masela juga diproyeksi hasilkan kondensat 35 ribu barel per hari.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas dalam paparan kinerja hulu migas hingga kuartal I 2022 mengungkapkan sejauh ini progres pengembangan blok Masela masih seputar perizinan serta persiapan Front End Engineering Design (FEED).

“Persiapan FEED, pertama metocean itu sudah 98,24%,” kata Dwi belum lama ini di Jakarta.

Selanjutnya juga masih diurus untuk Analisis Dampak dan Lingkungan (Amdal) 79,03% (persetujuan Amdal didapat kecuali ICF). Serta progres pembebasan lahan non hutan yang sudah mencapai 85%.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus SKK Migas, pernah mengungkapkan CCUS juga jadi salah satu syarat jika Shell mau hengkang dari proyek Masela. Tren energi bersih membuat CCUS jadi fasilitas yang wajib disediakan jika blok Masela mau dikembangkan.

“Shell baru bisa jual (PI) kalau PoD direvisi dengan memasukan CCUS. Itu lagi kita kaji. Kalau ngga jualannya susah nanti dianggap produk (gas) ngga hijau,” kata Fatar Yani kepada Dunia Energi belum lama ini.

Inpex sebagai operator blok Masela, kata Fatar Yani memang sempat menyerahkan jumlah biaya yang diperlukan untuk membangun CCUS tapi menurut dia masih perlu direvisi serta harus juga disertai komitmen berupa perjanjian atau semacam Momerandum of Understanding (MoU) seperti yang dilakukan oleh BP baru-baru ini yang juga telah menyepakati akan membangun fasilitas CCUS di lapangan Tangguh.

Menurut Fatar Yani, MoU tersebut penting agar kajian yang dilakukan oleh operator benar-benar dilakukan. Di sisi lain kajian juga perlu dilakukan karena implementasi CCUS di tanah air baru pertama kali diterapkan.

“Inpex perlu bikin MoU karena kenapa ini kan masih baru masih dikaji nanti salah malah menghambat,” ujar Fatar Yani.

Sejak tahun 2020 Shell sudah mengutarakan langkahnya untuk meninggalkan Inpex dalam proyek Masela. Tapi hingga kini belum jelas kemana PI-nya akan dijual. Menurut Fatar Yani pihak Shell juga saat ini juga mendukung pembangunan fasilitas CCUS di Masela. karena itu jadi jalan keluar bagi perusahaan asal Belanda itu bisa segera melapas PI-nya.

“CCUS itu shell butuh kalau ngga dikerjain dia ga keluar-keluar (dari Masela) jadi harus dikerjain supaya Shell bisa keluar makin nggak kerjain nggak keluar dia. Dia ngga mau tahan-tahan,” tegas Fatar Yani. (RI)