JAKARTA – Serapan batu bara dalam negeri (domestic market obligation/DMO) hingga akhir 2018 mencapai 115 juta ton. Alokasi batu bara itu guna menjamin pasokan kebutuhan sumber energi primer dan bahan baku di dalam negeri.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan realisasi DMO 2018 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Jika pemanfaatan batu bara domestik 2018 mencapai 115 juta ton, pada 2017 realisasi DMO sebesar 97 juta ton.

Pada 2016 realisasi DMO 91 juta ton, di 2015 sebesar 86 juta ton dan 2014 hanya sebesar 76 juta ton.

“DMO makin lama makin naik. Ini kami jamin dan kendalikan. Jangan sepenuhnya produksi batu bara di ekspor dan kebutuhan batu bara dalam negeri berkurang,” kata Jonan dalam konferensi pers realisasi kinerja sektor ESDM 2018 di Jakarta, Jumat (4/1).

Kuota batu bara dalam negeri ditetapkan sebesar 25% dari produksi setiap tahun. Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) diwajibkan menyisihkan 25% produksi untuk alokasi DMO.

Peningkatan serapan batu bara ini tentu tidak lepas dari aturan pemerintah yang sudah mematok harga batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik.

Selain itu, Keputusan Menteri ESDM No. 23 K/30/MEM/2018 ditegaskan mengenai alokasi bagi pembangkit listrik. Dalam beleid tersebut diterapkan sanksi penyesuaian tingkat produksi 2019 bagi perusahaan yang tidak bisa memenuhi ketentuan DMO di 2018. Jumlah produksi yang disetujui maksimal empat kali lipat dari total realisasi volume DMO sepanjang 2018.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM, mengakui realisasi DMO masih dibawah dari target pemerintah sebesar 121 juta ton. Meski tidak mencapai target, semua kebutuhan pembangkit listrik dalam negeri dipastikan terpenuhi.

Pasalnya, kuota 121 juta ton tersebut ditetapkan melebihi dari kebutuhan dalam negeri. “Semua PLTU dalam kondisi hijau (kebutuhan mencukupi) persediaan batubara cukup,” kata Bambang.(RI)