JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT PLN (Persero) telah menyusun rencana aksi dengan melibatkan berbagai pihak terkait pelaksanaan program cofiring biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Dalam rencana aksi tersebut antara lain penyelesaian roadmap pengembangan cofiring biomassa yang diharapkan selesai pada Desember 2020, termasuk penentuan skala prioritas klister dari PLTU.

Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan pihaknya juga telah membentuk tim teknis yang bertugas untuk pendampingan dan monitoring pada pelaksanaan implementasi komersial cofiring biomassa, terutama terkait pasokan bahan baku dan skema bisnis.

“Juga telah dilakukan konsensus untuk RSNI pelet biomassa dan bahan bakar jumputan padat, target menjadi SNI pada Desember 2020. Rencana aksi yang terakhir, yaitu menyusun draft permen implementasi cofiring dan diperkuat dengan kajian akademis serta mulai melibatkan BUMDes setempat untuk membangun ekosistem listrik kerakyatan bersama K/L (Kementerian/Lembaga) terkait lainnya,” kata Feby kepada Dunia Energi, Jumat (18/12).

Sebagai upaya mendorong pencapaian target Energi Baru Terbarukan (EBT) 23% pada 2025 dalam bauran energi nasional, pemerintah mendorong pembangunan pembangkit EBT yang baru dan juga melakukan substitusi penggunaan energi pada pembangkit-pembangkit eksisting. Membangun pembangkit EBT tentunya memerlukan investasi yang besar dan waktu yang cukup lama, sehingga untuk jangka pendek dan menengah diperlukan upaya dan terobosan untuk mencapai target peran EBT secara cepat dan juga murah. Salah satu solusi jitu mengatasi tantangan ini yaitu melakukan substitusi penggunaan energi pada pembangkit eksisting melalui program cofiring biomassa.

Feby menambahkan pemerintah mengapresiasi PLN dan anak usahanya, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), atas kontribusinya dalam mendukung pengembangan energi terbarukan melalui program cofiring biomassa pada PLTU Pacitan.

PJB tercatat telah melaksanakan Go Live Commercial implementasi cofiring di PLTU Pacitan yang berkapasitas 2×315 MW, awal Desember 2020. PJB telah berkontribusi dalam mengembangkan dan menggunakan teknologi cofiring biomassa melalui pengujian cofiring di 13 PLTU dengan jenis boiler dan kapasitas yang beragam. Dari 13 PLTU tersebut, di Regional Jawa Madura Bali, PJB telah berhasil melakukan uji coba Co-Firing biomassa hingga 5% menggunakan 2 jenis biomassa yaitu wood pellet dan sawdust di 5 unit dengan Boiler. 5 unit yang telah diuji antara lain PLTU Paiton Unit 1 dan 2 (2×400 MW), PLTU Rembang (2×315 MW), PLTU Pacitan (2×315 MW), PLTU Indramayu (3×330 MW) dan PLTU Paiton 9 (1×660 MW).
PLN rencananya mengimplementasikan cofiring pada 114 unit PLTU dengan total kapasitas 18.154 MW.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar biomassa, diperlukan pellet biomassa hingga 4,16-juta ton/tahun (asumsi cofiring 5%) dan pellet sampah sebanyak 749-ribu ton/tahun (asumsi cofiring 1%). Dengan asumsi persentase cofiring biomassa sebesar 5% di seluruh PLTU tersebut, maka akan dihasilkan peningkatan kontribusi EBT sebesar 0,9% pada bauran energi nasional. Jika cofiring biomassa dilakukan hingga 10%, maka bauran EBT yang dapat dihasilkan mencapai 1,79%.

Menurut Faby, bahan baku masih menjadi tantangan pengembangan cofiring biomassa pada PLTU. Dalam hal ini, bahan baku dapat memanfaatkan limbah atau sampah yang ada di wilayah setempat.

“Untuk jangka pendek, jenis bahan baku masih berbasis limbah mengingat saat ini harga biomasa berbasis tanaman energi masih cukup tinggi, namun bukan berarti menutup peluang penggunaan limbah berbasis tanaman energi akan digunakan, mengingat kebutuhan untuk feed stock cofiring kedepannya akan bertambah besar,” tandas Feby.(RA)