JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) meraih laba bersih Rp 5,02 triliun pada 2018, naik 12,23% dibanding realisasi 2017 sebesar Rp 4,47 triliun. Kenaikan laba bersih ditopang kenaikan pendapatan. Peningkatan laba bersih didorong kenaikan pendapatan usaha dari penjualan batu bara ke pasar ekspor menjadi Rp 2,44 triliun, serta efisiensi berkelanjutan yang berhasil dilakukan perseroan.

“Raihan laba bersih tidak hanya lebih tinggi dari laba bersih 2017 dan target 2018 yang ditetapkan perseroan, namun juga menjadi laba bersih tertinggi yang berhasil diraih sejak perseroan beroperasi,” kata Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (11/2).

EBlTDA Bukit Asam juga tercatat di angka Rp 7,59 triliun atau 111% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Cash and equivalent per 31 Desember 2018 tercatat Rp 6,30 triliun atau meningkat 77% dibanding periode yang sama 2017. Dengan cash ratio atau cash and equivalent terhadap liabilitas jangka pendek per 31 Desember 2018 mencapai 128%, jauh lebih tinggi dibanding cash ratio per 31 Desember 2017 yang hanya 79%. Hal ini menunjukkan peningkatan signifikan terhadap likuiditas perseroan dan kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek.

Untuk kinerja operasional selama 2018, produksi batu bara naik lebih dari 2,12 juta ton dan penjualan ekspor meningkat lebih dari 1,54 juta ton dengan angkutan batu bara via kereta api naik lebih dari 1,32 juta ton dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari strategi manajemen dalam mengoptimalkan peluang pasar ekspor ke beberapa negara seperti India, Korea Selatan, Hong Kong dan Thailand, ditengah pembatasan impor yang dilakukan oleh China selaku pangsa pasar ekspor terbesar.

“Serta tentunya didukung keberhasilan dari strategi optimasi penjualan ekspor batu bara medium to high calorie ke premium market dengan tonase yang mencapai dua kali lipat lebih dari tonase tahun sebelumnya,” ungkap Arviyan.

Pendapatan usaha Bukit Asam tercatat sebesar Rp 21,17 triliun yang terdiri atas pendapatan dari penjualan batu bara domestik sebesar 49%, penjualan batu bara ekspor sebesar 48% dan selebihnya yaitu 3% diperoleh dari aktivitas usaha lainnya. seperti penjualan listik briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa. Pendapatan usaha 2018 naik lebih dari Rp 1,69 triliun apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan peningkatan signifikan diperoleh dari pendapatan atas penjualan batu bara ekspor menjadi Rp 2,44 triliun.

Selain dipengaruhi oleh volume, peningkatan pendapatan usaha juga dipengaruhi oleh harga jual rata-rata batu bara 2018 yang naik 3% dari Rp 808.690 ton menjadi Rp 834.558 ton. Kenaikan tersebut akibat kenaikan harga rata-rata batu bara Newcastle selama 2018 yang cukup signifikan yaitu sebesar 21%. Serta kenaikan rata-rata Harga Batubara Acuan (HBA) sebesar 15%, masing-masing dibanding harga rata-rata selama tahun 2017.

Beban pokok penjualan 2018 tercatat sebesar Rp 12,62 triliun atau naik 15% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 10,96 triliun. Dengan komposisi dan kenaikan terbesar terjadi pada biaya jasa penambangan dan jasa angkutan kereta api, seiring dengan peningkatan volume produksi batu bara 2018 yaitu lebih dari 2,12 juta ton dibanding 2017.(RA)