JAKARTA – Pemerintah saat ini tengah menggodok aturan main penerapan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS). Salah satu bentuk aturan terbaru itu nantinya akan memberikan lampu hijau bagi masuknya CO2 dari luar negeri untuk kemudian diinjeksikan ke dalam reservoir yang ada di dalam negeri.

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan rencana masuknya CO2 dari luar negeri memang memungkinkan, namun tetap harus disikapi dengan hati-hati.

“Kita harus hati-hati dalam arti diperhitungkan dulu kebutuhan nasional berapa. Masalahnya bukan hanya menghitung, tapi membuktikan juga kita bisa melakukan, dan bisa menginjeksikan. Tempatnya itu, injeksinya segini. Kita khawatir begitu dibuka (impor), tapi nggak bisa diinjeksikan,” kata Tutuka kepada Dunia Energi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Selain itu, menurut dia, impor CO2 akan menjadi pilihan terakhir. Pemerintah bakal memprioritaskan pasokan CO2 dari dalam negeri.

“Tidak tertutup kemungkinan. Di permen bisa itu. Hanya kita jalan dulu, nanti kalau dia (impor) jalan setelah kita jalan oke. Jadi kita harus punya kemampuan dulu injeksi gimana volumenya dan lainnya,” ungkap Tutuka.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan keberadaan aturan main dalam pelaksanaan CCS/CCUS sangat penting untuk menjamin kegiatan tersebut sudah sesuai regulasi dan tidak bermasalah. Kepastian hukum tentu akan memberikan ketenangan bagi pelaku usaha.

Menurut Arifin, implementasi CCS/CCUS cukup krusial. Pasalnya, bisnis migas kini disorot sebagai salah satu bisnis yang paling banyak menyumbang emisi karbon. Untuk itu, teknologi CCS/CCUS penting agar kegiatan operasi produksi migas tetap berjalan. Di sisi lain juga dapat membantu mengurangi emisi karbon.

“Aturan (Permen CCS/CCUS) sedang disusun, supaya aturannya jelas, karena implementasi CCUS akan melibatkan banyak stakeholder. Kita harus pastikan aman dan bisa membantu mengurangi emisi karbon,” kata Arifin. (RI)