JAKARTA – Realisasi lifting migas di wilayah Aceh sangat minim pada semester I tahun ini lantaran jauh dari target. Berdasarkan data Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) hingga Juni realisasi produksi baru mencapai 26%. Anjloknya produksi PT Medco EP Malaka  menjadi faktor rendahnya realisasi produksi migas di wilayah Aceh.

Teuku Mohamad Faisal, Kepala BPMA, mengatakan pada akhir 2019 Medco EP Malaka menghentikan produksi akibat landslide atau pergeseran tanah yang terjadi di Blok A. Pada saat itu Blok A terus diguyur hujan deras sehingga mengakibatkan adanya pergeseran tanah. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka Medco berinisiatif untuk memperkuat tanah terlebih dulu. BPMA memahami jika dipaksakan berproduksi maka efek negatif akan lebih besar.

“Ini terjadi akhir 2019, karena itu produksi gas di Medco hanya mencapai 26%.  Kemudian kita restart April 2020, forecast dua bulan ini 26% itu sudah maksimal,” kata Faisal di gedung DPR, Kamis (3/9).

Secara kumulatif lifting migas wilayah Aceh hingga Juni sebesar 1,26 juta barel setara minyak (Barrel Oil Equivalent/boe) padahal targetnya sebesar 4,93 juta boe dengan rincian lifting minyak 1,04 juta barel dan gas 3,89 juta boe.

Medco EP Malaka menjadi salah satu andalan atau kontributor terbesar produksi migas di Aceh. Produksi rata-rata Blok A bisa mencapai 58 BBTUD, yang langsung dialirkan ke pipa gas untuk dipasarkan  Pertamina kepada konsumen akhir. BPMA memiliki cadangan gas di Blok A lebih dari 450 BCF.

Medco E&P melakukan pengembangan sumur-sumur gas di lapangan-lapangan blok A, seperti Lapangan Alur Siwah, Alur Rambong dan Julu Rayeuk. Gas dari sumur-sumur tersebut kemudian diolah di fasilitas Central Processing Plant (CPP) Alur Siwah, kemudian disalurkan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik. Potensi gas yang dapat dipergunakan di antaranya untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik.

BPMA telah meminta Medco untuk melakukan berbagai langkah percepatan produksi.

Menurut Faisal, percepatan lifting gas juga bisa digenjot lantaran adanya aturan baru Kementerian ESDM tentang harga gas bumi untuk industri dan pembangkit listrik.

Selama ini gas di Aceh sudah dipasarkan lantaran tindakan PLN yang tidak mau menyerap gas. Dengan adanya aturan baru tersebut maka harga gas bisa ditekan dan mau tidak mau PLN pun wajib menyerap gas.

“Medco EP Malaka tingkatkan serapan gas, tapi beberapa bulan lalu terbit Kepmen ESDM 89 dan 91. Kami minta ke PLN agar diserap sesuai yang ada sekitar 54 BBTUD. Pada 2020 akhir kita bisa maksimalkan 80% dari prediksi di awal,” kata Faisal.(RI)