JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menegaskan potensi minyak dan gas bumi (migas) yang ada di Indonesia masih cukup besar. Untuk bisa memonetisasi potensi itu butuh tindakan dan upaya ekstra.

Wahju Wibowo, Kepala Divisi Perencanaan Eksploitasi SKK Migas, mengatakan kondisi hulu migas Indonesia masih sangat potensial, terutama untuk masa depan. Berdasarkan data yang ada,  dari sebanyak 128 cekungan di Indonesia, masih ada 35 cekungan yang perlu dikembangkan dan 73 lainnya yang belum dieksplorasi.

SKK Migas meyakini masih ada potensi cadangan migas yang sangat besar. Kondisi tersebut memberikan harapan bahwa industri hulu migas di Indonesia masih dapat berkembang di masa mendatang.

Namun untuk itu, perlu ada regenerasi dalam menjalankan bisnis migas. Karena monetisasi dari potensi cadangan migas Indonesia baru bisa terealisasi pemanfaatannya dalam jangka waktu lima hingga 10 tahun mendatang.

“Untuk memaksimalkan potensi yang ada tersebut, kita harus melakukan pekerjaan dengan cara yang berbeda atau disebut Business Unusual. Tetapi konteksnya positif. Business unusual itu berarti melakukan pekerjaan yang masif, agresif, dan efisien. Saya yakin hanya anak-anak muda bisa karena perubahan ada di tangan kalian,” kata Wahju di Jakarta, Selasa (25/2).

Indonesia sendiri telah mengalami defisit neraca perdagangan dalam beberapa tahun akibat tingginya jumlah impor migas dibandingkan dengan jumlah produksinya di dalam negeri. Untuk itu pemerintah melalui SKK Migas bergerak dengan mencanangkan target produksi minyak sebanyak satu juta barel per hari pada 2030. Hal itu didasarkan pada data yang menunjukkan masih banyak potensi cadangan migas yang masih tersimpan di perut bumi dan belum dieksplorasi.

Sayangnya, industri migas sudah terlanjur dilabeli sebagai industri yang meredup (sunset industry). Sehingga industri migas juga terancam kehilangan pekerja trampil. Indonesian Petroleum Association (IPA) melihat kondisi ini tentu berbahaya karena industri migas merupakan industri yang memiliki proses panjang, jika tidak ada regenerasi sumber daya manusia maka industri migas pun akan terancam keberlangsungannya.

Saat ini generasi muda di Indonesia lebih cenderung memilih industri start-up atau lainnya untuk mengejar karir daripada terjun di industri hulu migas.

Devan Raj, Managing Director Schlumberger Indonesia, mengungkapkan salah satu cara untuk menggali potensi migas Indonesia adalah dengan memanfaatkan inovasi teknologi.

Menurut dia, ada banyak inovasi dalam hal teknologi pada proyek-proyek migas. Ini sangat dibutuhkan demi optimalisasi kinerja eksplorasi dan produksi migas nasional.

“Teknologi juga dapat membantu menemukan lapangan-lapangan baru dengan mengedepankan efisiensi dan efektifitas,” kata Devan.

Sebagai contoh, Devan mengungkapkan, sebelum adanya bantuan dari teknologi ada sebuah pekerjaan yang memerlukan waktu selama 18 bulan. Sekarang, setelah adanya teknologi, waktu yang dibutuhkan dapat dipersingkat menjadi 18 hari.

Selain itu, digitalisasi yang terjadi di hampir semua industri itu tetap memerlukan energi. Oleh karena itu, upaya pencarian sumber energi termasuk migas menjadi sangat penting. “Di industri migas, digitalisasi tidak bertujuan untuk mengganti peran tenaga kerja. Tetapi, teknologi justru membantu menghasilkan pekerjaan yang cepat, tepat, dan lebih baik,” kata Devan.(RI)