JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) memutuskan menunda rencana penyesuaian atau kenaikan harga gas untuk golongan pelanggan industri. Kebijakan itu sendiri sesuai dengan arahan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Semula penyesuaian harga gas diberlakukan kepada pelanggan komersial industri per 1 November 2019.

Rachmat Hutama, Sekretaris Perusahaan PGN mengungkapkan, PGN akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan penundaan tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaannya ke depan akan berjalan lancar dan masing-masing kepentingan terakomodasi dengan baik.

“Kami akan tetap melakukan pendekatan melalui sosialisasi dan negosiasi secara B2B kepada masing-masing pelanggan untuk persiapan penyesuaian harga gas. Serta akan melakukan roadshow dan komunikasi langsung dengan setiap pelanggan untuk mencapai kesepakatan yang win-win,” kata Rachmat dalam keterangan tertulisnya, Kamia (31/10).

Menurut Rachmat, rencana penyesuaian harga gas adalah untuk yang pertama kali dalam tujuh tahun terakhir dan telah mempertimbangkan seluruh aspek yang terkait dalam tata niaga gas bumi. Selama kurun waktu tersebut, dapat diketahui telah banyak terjadi perubahan yang berdampak bagi pertumbuhan ekonomi seperti kenaikan inflasi, Upah Minimum Regional (UMR), kurs, harga pokok pembelian gas, dan lain sebagainya.

“Penyesuaian harga tersebut dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dengan penuh dedikasi dari pengelolaan kehandalam pasokan, penyaluran dan after service,” ungkapnya.

Dengan perubahan kondisi bisnis gas bumi dan semakin meningkatnya kebutuhan gas bumi, PGN juga berupaya untuk menjawab tantangan akses gas bumi dan sesuai dengan wilayah geografis kepulauan di Indonesia. Berbagai infrastruktur akan dibangun PGN, yang meliputi fasilitas terminal dan regasifikasi LNG, pipa transmisi, jaringan distribusi gas bumi dan SPBG yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

“Untuk peningkatan pemanfaatan gas akan dilakukan melalui pembangunan infrastruktur, baik berupa jaringan pipa gas maupun infrastruktur gas bumi lainnya di seluruh Indonesia,” kata Rachmat.

Selain itu, PGN juga akan meningkatkan kualitas atau kuantitas produk dan layanan eksisting, seperti inspeksi pipa instalasi gas milik pelanggan, peningkatan kualitas monitoring sistem alat ukur dan fasilitas penunjangnya dan meningkatkan layanan informasi data pemakaian gas pelanggan.

Ke depan, PGN akan fokus dan menempatkan prioritas yang tinggi untuk kebutuhan kehandalan penyediaan gas bumi untuk domestik. Sesuai peran sebagai Subholding Gas, PGN juga akan membangun infrastruktur-infrastruktur baru ke industri, termasuk yang selama ini belum bisa menikmati gas bumi, yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Saat ini, banyak industri yang masih menggunakan bahan bakar energi lain, seperti BBM yang sangat berminat beralih ke gas bumi dengan mempertimbangkan keekonomian harganya yang jauh lebih kompetitif.

Rachmat menuturkan bahwa pengembangan infrastruktur gas bumi juga akan diarahkan untuk mendukung program pemerintah, khususnya di bidang industri untuk menunjang pengembangan kawasan-kawasan industri sesuai dengan road map nasional. Kemudian pengembangan industri hilir ke depan tentunya akan menaruh prioritas pada keberlangsung investasi hilir gas bumi serta mempertimbangkan daya beli industri nasional. “Hal ini sejalan dengan paradigma Pemerintah yang menempatkan gas bumi dapat menjadi driver pertumbuhan ekonomi,” tegas Rachmat.

Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM menyatakan,  harga jual gas industri tidak perlu mengalami kenaikan untuk saat ini. Pasalnya hal tersebut mempertimbangkan agar biaya produksi industri dalam negeri tidak bertambah besar.

“Nanti harga jual dia tidak bisa bersaing kalau diekspor dengan produk yang sama dengan negara lain,” kata Djoko.(RI)