JAKARTA – PT Pertamina (Persero) saat ini melakukan penilaian akhir terhadap sembilan perusahaan yang menjadi calon mitra dalam proyek pengembangan Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan. Salah satunya akan diumumkan sebagai mitra Pertamina pada pertengahan semester II 2019.

Ignatius Tallulembang, Direktur Mega Proyek dan Petrokimia Pertamina, mengatakan skema kemitraan di Kilang Balikpapan akan berbeda dengan proyek-proyek kilang lainnya yang dikerjakan bersama dengan mitra, seperti Kilang Cilacap, Tuban maupun Bontang.

Pada kilang Balikpapan, mitra akan masuk saat proyek sudah berjalan. Pada tiga proyek kilang lainnya, Pertamina sudah bermitra sejak awal proyek, sehingga mitra harus ikut serta menyetorkan modal awal untuk membentuk perusahaan patungan.

Ada tiga kategori kemitraan dalam proyek kilang, yakni strategic partner yang ikut dalam kerja sama sejak proyek dimulai. Kemudian equity partner, khusus mitra yang hanya mengucurkan biaya untuk pembiayaan kilang. Serta trading partner yang fokus pada supply chain terkait pasokan minyak ke kilang nantinya.

Tallulembang mengatakan, untuk Kilang Balikpapan mitra pendanaan mengisyaratkan berasal dari Korea Selatan. Ini tidak lepas dari Pertamina yang telah menunjuk dua perusahaan Korea Selatan menjadi perusahaan yang membangun konstruksi Kilang Balikpapan, yaitu SK Engineering & Construction Co. Ltd., Hyundai Engineering Co. Ltd.

“Sudah kita sounding, dan semua negara berminat, termasuk Balikpapan. Namun karena kontraktornya Korea Selatan, maka akhirnya pendanaan dari Korea Selatan dan bank-bank Korea yang siap mendanai. Apalagi dikaitkan lagi dengan peralatan yang kita beli., khusus Balikpapan itu Korea,” kata Tallulembang saat diskusi bersama media di Kantor Pusat Pertamina Jakarta, Rabu (24/4).

Pertamina sudah menunjuk konsultan independen dalam proses pemilihan mitra yang rencananya akan ditetapkan pada Oktober 2019.

Mitra nantinya bukan mendanai keseluruhan proyek, namun hanya dengan membiayai produksi dan pengolahan minyak di kilang. Artinya pada mekanisme Kilang Balikpapan tidak menggunakan mekanisme spin off.

“Aset tetap Pertamina. Hanya biaya pengolahan saja. Share sesuai dengan share ekuity.. Kalau dengan Saudi Aramco, merchant, spin off sama-sama masuk dengan sahamnya,” kata Tallulembang.

Pada  2018 telah dilakukan penandatanganan kontrak engineering, procurement, and construction (EPC) ISBL OSBL. Pada 10 Desember 2018, penyelesaian pekerjaan pendahuluan (early works) tahap I seperti apartemen, site development tahap I, dan jetty, persetujuan FID RDMP tahap I dan II, perolehan izin amdal, serta pelatihan 924 tenaga kerja lokal.

Sedangkan, langkah selanjutnya dari RDMP Balikpapan antara lain pelaksanaan EPC ISBL OSBL, pendirian PT Kilang Pertamina Balikpapan (KPB), penyelesaian pekerjaan early works tahap II seperti site development tahap II dan Lawe-Lawe, pengendali banjir kilang dan apartemen, serta modifikasi 34 unit tangka, dan penyelesaian bidding paket EPC Lawe-lawe.

Kilang Balikpapan pengembangannya dibagi menjadi dua fase. Fase I ditargetkan rampung pada 2023 sementara untuk fase II ditargetkan pada 2026.

Ketika selesai menyelesaikan fase pertama kandungan sulfur pada kilang Balikpapan menjadi 0,5% – 0,8%. Sementara peningkatan kualitas crude yang diolah di seluruh proyek kilang Pertamina sekitar 2%. “Sudah cukup untuk tingkatkan marjin dan profit. Selesai pertengahan 2023 (fase I),” kata Tallulembang.(RI)