JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berencana mengurangi jenis produk bahan bakar minyak (BBM) dan akan memprioritaskan penjualan BBM yang berkualitas tinggi serta ramah lingkungan.

Selain untuk mengejar target yang dicanangkan pemerintah terkait peningkatan kualitas lingkungan melalui penggunaan bahan bakar, pemangkasan jenis produk BBM juga ditargetkan mengefisiensikan biaya distribusi.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina,  mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan regulasi terkait batas minimal emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran BBM di kendaraan, untuk itu ke depan Pertamina akan fokus dalam penggunaan bahan bakar yang aman untuk lingkungan.

“Nanti kami akan prioritaskan produk-produk ramah lingkungan, karena kemarin saat PSBB, kita semua merasakan langit biru dan udara lebih baik,” kata Nicke, Senin (15/6).

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 ditetapkan spesifikasi BBM jenis bensin yakni memiliki angka oktan (RON) minimal 91, kandungan sulfur maksimal 50 part per million (ppm). Sementara spesifikasi BBM jenis solar yaitu memiliki angka cetane (CN) minimal 51 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.

Selain masalah lingkungan, pengurangan jenis produk juga guna memudahkan dan meningkatkan efisiensi biaya distribusi. Jika jenis produk yang didistribusikan semakin sedikit, maka biaya distribusi bisa lebih rendah ujungnya bisa berpengaruh terhadap harga BBM ramah lingkungan yang bisa ditekan.

“Dengan simplifikasi produk akan memudahkan distribusi dan arahnya lebih terjangkau harganya,” kata Nicke.

Namun, produksi Premium dan Solar masih yang terbesar. Pertamina rencananya akan memproduksi Premium sebesar 532 ribu Kilo Liter (KL) per bulan, berubah dari target awal 687 ribu KL per bulan. Selanjutnya, produksi Solar direvisi dari awalnya 1,72 juta KL per bulan menjadi 975 ribu KL per bulan.

Adanya proyek kilang yang tengah digarap, Pertamina menargetkan seluruh BBM yang dihasilkan nantinya akan setara EURO V dengan volume hingga 1,5 juta barel per hari (bph). Proyek kilang perseroan ditargetkan rampung seluruhnya pada 2026-2027. Kementerian ESDM menyatakan Proyek Kilang Balikpapan akan paling cepat menghasilkan BBM Euro V pada 2024.

Sementara dalam program KLHK, penerapan standar EURO V untuk kendaraan berbahan bakar bensin akan dimulai di 2023 dan kendaraan solar mulai 2027.

Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR,  mengungkapkan ada tantangan baru bagi Pertamina dalam menjalankan tugasnya mendistribusikan bahan bakar baik BBM maupun LPG. Perubahan struktur organisasi yang baru saja dilakukan oleh pemerintah terhadap Pertamina justru bisa menjadi bomerang.

Pertamina kata dia harus segera melakukan transisi jika tidak mau ada gangguan logistik dan distribusi bahan bakar. “Jika berkepanjangan masa transisi bisa menghambat operasi distribusi BBM dan LPG,” kata Harry.

Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengungkapkan sudah memberikan arahan ke Pertamina, salah satu agenda utama setelah perubahan struktur organisasi dan menerapkan skema holdingisasi dalam operasional bisnisnya maka Pertamina harus menciptakan efisiensi, salah satunya adalah dari sisi produk di bisnis hilir.

“Bukan tidak mungkin jumlahnya (produk) kami kurangi. Supaya tidak membingungkan masyarakat dan efisiensi, kalau banyak produk truknya banyak, kirim abis itu harus dicuci. Kalau sembilan produk-kan sembilan kali kirim kalau lima produk cuma lima kali kirim,” kata Erick

Saat ini Pertamina memasarkan delapan jenis BBM diantaranya Pertamax Racing, Pertamax Turbo, Pertamax, Pertalite, dan Premium. Sementara untuk solar yakni Pertamina Dex, Dexlite, dan Solar (Biosolar).

Pertamina hingga kini masih menjual yang tidak memenuhi persyaratan KLHK baik dari sisi angka oktan maupun cetane dan kandungan sulfur, yakni Premium dan Solar (Biosolar). Spesifikasi Premium yakni RON 88 dan kandungan sulfur maksimal 500 ppm. Sementara Solar hanya CN48 dan kandungan sulfurnya masih cukup tinggi di level maksimal 2.500 ppm.

Produk BBM ramah lingkungan Pertamina sesuai regulasi KLHK hanyalah Pertamax Turbo yang dijual dengan harga Rp 9.850 per liter itu memiliki RON 98 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm. Untuk Pertamax dan Pertamax Turbo, meski memenuhi persyaratan RON, kandungan sulfurnya masih maksimal 500 ppm.

Sementara untuk jenis solar, hingga kini belum ada yang memenuhi seluruh persyaratan KLHK. Pertamina Dex, misalnya meskipun telah memiliki CN 51, kandungan sulfurnya masih di level maksimal 500 ppm.(RI)