JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berharap ada kebijakan khusus terkait harga batu bara yang diolah melalui proses gasifikasi. Dengan adanya harga khusus tersebut, keekonomian hilirisasi batu bara melalui gasifikasi bisa lebih baik, sehingga kerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) bisa dilanjutkan.

“Dalam hal ini kami melihat ini coal low calorie. Jadi kami bisa berhitung, mungkin berbeda tidak perlu menggunakan formula yang selama ini digunakan ketika coal sebagai komoditas. Ini kan sebagai bahan baku energi,” kata Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina di Jakarta, Kamis (12/12).

Pertamina saat ini menjajali dua kerja sama pengembangan hilirisasi batu bara dengan Bukit Asam. Pertama adalah antara Pertamina, Bukit Asam dan Air Products Inc untuk mengembangkan gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Serta dengan Synthetic Natural Gas (SNG) melalui pembangunan pabrik gasifikasi di Peranap, Riau.

Menurut Nicke, sebenarnya Pertamina sudah mendapatkan harga DME yang siap dijual ke pasaran. sehingga bisa menggantikan LPG. Harga batu bara bisa mengikuti harga keekonomian harga jual DME.

“Kami sudah berhitung, berapakah nanti produk DME harganya?  Dengan harga itu kita tarik mundur ke belakang di harga coal berapa yang akan feasible. Kami sudah bahas dengan Bukit Asam,” kata Nicke.

Rencananya, usaha hilirisasi batu bara di mulut tambang Peranap memiliki kapasitas 1,4 juta ton DME per tahun dengan kebutuhan batu bara sebesar 9,2 juta ton per tahun,

Kerja sama berikutnya yakni antara Pertamina, Bukit Asam, PT Pupuk Indonesia dan PT Chandra Asri Petrochemical untuk mendirikan Coal to Chemical Plant di Kawasan Industri Berbasis Batubara Bukit Asam (Bukit Asam Coal Based Industrial Estate/BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatera Selatan dengan konsumsi batu bara mencapai sembilan juta ton per tahun.(RI)