JAKARTA – Kesepakatan negosiasi perpanjangan kontrak pertambangan PT Freeport Indonesia hanya tinggal menyisakan satu poin penyelesaian, yakni perizinan persaingan usaha yang harus dikantongi PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum sebelum menguasai mayoritas saham Freeport.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Usaha Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, mengatakan seluruh syarat dan poin-poin perundingan antara pemerintah melalui Inalum dengan Freeport-McMoRan Inc sudah selesai dibahas, termasuk divestasi yang tinggal menunggu transaksi dan isu lingkungan.

“Freeport tinggal bayar, menunggu dari persetujuan dari persaingan usaha. Rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah keluar, sudah beres,” kata Fajar di Jakarta, Rabu (5/12).

Izin persaingan usaha masih menyisakan dari dua negara, yaitu China dan Filipina. Izin dari negara lainnya, seperti Jepang dan Korea Selatan sudah dikantongi. Serta dari Indonesia akan langsung diberikan setelah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) permanen diberikan.

Izin persaingan usaha diperlukan untuk memastikan tidak ada upaya monopoli dari Freeport Indonesia sebagai produsen tembaga terbesar di dunia. Dan juga sebagai informasi kepada para pembeli tembaga tentang pergantian pemegang saham.

Untuk isu lingkungan sedikitnya ada 48 daftar poin rekomendasi yang harus diselesaikan Freeport untuk bisa mendapatkan perpanjangan kontrak. Nantinya poin-poin rekomendasi tersebut akan dilampirkan dalam IUPK yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Yunus Saefulhak, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, mengatakan meskipun terbit setelah transaksi, jarak waktunya tidak akan panjang.

“Nanti hampir bersamaan, tapi tetap divestasi dulu. Jedanya sebentar, tapi mungkin hitungan sehari saja, bahkan bisa hitungan jam bisa keluar IUPK-nya,’ kata Yunus.

Menurut Yunus, IUPK bisa diterbitkan paling lambat dalam hitungan satu hari setelah ‎Inalum menyelesaikan pembelian saham Freeport Indonesia sebesar 41,64%, sehingga kepemilikan saham nasional di perusahaan pengelola tambang emas dan tembaga Grasberg itu menjadi 51%.(RI)