JAKARTA – Pelaku usaha hulu migas yang tergabung dalam Indonesian Petroleum Association (IPA) meyakini gas bumi memiliki peranan kunci dalam menjaga ketahanan energi di tengah upaya transisi energi, sebagai bentuk dukungan terhadap komitmen pemerintah untuk pengurangan emisi karbon.

Marjolijn Wajong, Direktur Eksekutif IPA, menjelaskan upaya menjaga ketahanan energi pada masa transisi seperti harus jadi perhatian semua pihak, mengingat masih belum optimalnya pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia. “Gas bumi sebagai sumber energi berbasis fosil yang lebih bersih ketimbang batu bara dan minyak bumi bisa menjadi solusi tepat dalam mendukung transisi energi,” ujar Marolijn di Jakarta, Selasa (23/8/2022)..

Indonesia memiliki potensi gas bumi yang sangat besar sehingga dapat mendukung proses transisi energi dengan tetap memenuhi kebutuhan energi nasional. Meskipun sumber daya besar, masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi agar potensi gas bumi yang ada bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Menurut Marolijn, para pengambil kebijakan sebaiknya tetap berusaha memastikan agar kebijakan yang dibuat dapat meningkatkan keyakinan investor untuk terus berinvestasi dalam proyek-proyek gas yang ada, terutama dalam hal keekonomian. “Selain itu, keberlanjutan proyek gas bumi juga perlu diperhatikan agar ketersediaan gas bumi yang menjadi sumber energi tidak terputus,” katanya.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, menjelaskan , pemanfaatan gas bumi sebagai jembatan menuju transisi energi nasional sangat strategis. Hal ini merujuk pada beberapa tahun terakhir dimana penemuan cadangan migas nasional didominasi oleh gas bumi.

Menurut dia, pemerintah sangat wajar memberikan perhatian khusus bagi hulu migas karena efek berantai yang ditimbulkan sangat besar. Salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah adalah memastikan pemanfaatan gas untuk ketenagalistrikan secara maksimal. Sayangnya kebijakan di sektor ketenagalistrikan saat ini justru mengalami pergeseran dari pemanfaatan gas bumi sebagai sumber energi. “Dalam roadmap transisi energi di sektor ketenagalistrikan yang terbaru, pemerintah cenderung lebih mengutamakan pemanfaatan EBT daripada gas bumi,” ujarnya.

Dalam dokumen Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN), porsi migas di tahun 2021 sekitar 51% yang disumbang oleh minyak bumi (31,2%), dan sisanya gas bumi (19,3%). Sementara di tahun 2050, porsi minyak bumi sekitar 20%, sementara porsi gas bumi akan meningkat menjadi (24%) terbesar kedua setelah EBT.

Di Indonesia, menurut Komaidi, pemanfaatan gas bumi sebagai jembatan transisi energi nasional relatif strategis, mengingat dalam beberapa tahun terakhir penemuan cadangan migas nasional didominasi oleh gas bumi.

Kandidat Proyek Strategis Nasional Sektor Energi Tahun 2020-2024 juga didominasi oleh gas bumi, yaitu IDD Gendalo dan Gehem dengan estimasi gas bumi 844 mmscfd dan minyak 27.000 bopd, Jambaran Tiung Biru gas sebanyak 192 mmcfd dan minyak 2.700 bopd. Selain itu Masela berupa gas bumi 1.600 mmscfd dan Tangguh Train 3 gas bumi 700 mmscfd. (DR/RI)