JAKARTA – Dalam upaya mencapai net zero emission pada 2070 yang selaras dengan Persetujuan Paris dan mendukung pembatasan kenaikan suhu global di bawah 1.50 celcius, maka emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia harus sudah turun mencapai 622 juta ton CO2e pada 2030, di luar sektor AFOLU) dan mencapai net zero pada 2050.

Selain itu, perlu adanya upaya yang lebih kuat terutama untuk dapat beralih (shifting away) dari penggunaan batu bara. Indonesia perlu secara bertahap berhenti menggunakan batu bara pada 2037 dan meningkatkan target energi terbarukannya setidaknya menjadi 50% pada 2030.

Deon Arinaldo, Program Manajer Transformasi Energi Institution for Essential Services Reform (IESR), mengatakan berdasarkan beberapa pemodelan global, seperti Integrated Assessment Models (IAMs), Deep Decarbonization Pathway Project, Energy Watch Group/LUT University, terdapat beberapa parameter yang dapat menjadi acuan bagi Indonesia dalam mengukur kesesuaian capaian penurunan emisi GRK dengan target Persetujuan Paris.

“Untuk sektor ketenagalistrikan parameter tersebut antara lain intensitas emisi dari sektor ketenagalistrikan harus berada di kisaran 50-255gCO2/kWh pada 2030 dan 0 pada 2050. Bauran pembangkitan listrik dari energi terbarukan mencapai 50-85% pada 2030 dan 98-100% pada 2050. Kemudian, bauran pembangkitan listrik dari PLTU batu bara turun menjadi 5-10% pada 2030,” ujar Dion, Kamis (25/3).

Untuk sektor transportasi, parameternya meliputi intensitas emisi dari sektor transportasi penumpang darat berada di kisaran 25-30 g CO2/pkm pada 2030. Serta, bauran dari bahan bakar rendah karbon mencapai 20-25% dari total permintaan energi di sektor transportasi pada 2030.

Studi IESR mengenai skenario transisi energi menunjukkan bahwa Indonesia dapat mencapai bauran primer energi terbarukan sebesar 69% pada 2050 dengan meningkatkan kapasitas pembangkit energi terbarukan menjadi minimal 24 Gigawatt (GW) pada 2025.

Studi juga menunjukkan bahwa Indonesia dapat membangun 408-450 GW pembangkit energi terbarukan pada 2050, dan menghentikan pembangunan PLTU batu bara baru sejak 2025 serta mempensiunkan PLTGU lebih awal.

“Perlu adanya peningkatan investasi dan dorongan riset ke arah pengembangan inovasi dan teknologi energi terbarukan, seperti hidrogen agar dapat segera diimplementasikan dan dioptimalkan untuk mencapai net zero emission,” kata Dion.(RA)