JAKARTA – Kelanjutan pengembangan Lapangan Abadi, Blok Masela terganjal jadwal waktu penyelesaian pembangunan fasilitas produksi. Ada perbedaan pendapat antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan Inpex Corporation, operator Masela.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan salah satu proses yang paling membutuhkan waktu adalah pembebasan lahan. Pemerintah dan SKK Migas menjamin untuk pengurusan lahan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) fasilitas pengolahan gas Masela bisa dilakukan dalam waktu dua tahun. Waktu lebih lama dimasukan dalam jadwal pengembangan versi Inpex.

“Pembebasan lahan dan Amdal, mereka memasukkan jadwal empat tahun. Padahal kalau menurut kami dua tahun selesai,” kata Dwi di Jakarta, baru-baru ini.

Keyakinan Dwi terkait pengurusan lahan tersebut didasari oleh dukungan yang akan diberikan beberapa stakeholder, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

“Mereka juga melihat kami sudah aktif untuk menemui Kementerian Agraria dan Tata Ruang, hingga Gubernur Maluku,” kata Dwi.

SKK Migas menargetkan dengan waktu pengurusan lahan selama dua tahun setelah revisi rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) ditandatangani pada tahun ini maka gas Masela bisa mulai menyembur pada 2026. Disisi lain, Inpex membutuhkan waktu lebih lama. “Dari SKK Migas mendorong paling lambat 2026 (onstream),” tukas Dwi.

Pemerintah sebelumnya menjanjikan lahan yang akan digunakan sebagai lokasi fasilitas kilang gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) bisa disiapkan dan membutuhkan waktu sekitar enam bulan. Ada sekitar 1.400 hektar lahan yang sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Liingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH).

Lokasi kilang LNG dan pengolahan gas Masela ditetapkan di wilayah Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku. Lokasi tersebut dinilai paling efisien dan cocok untuk dijadikan lokasi pembangunan kilang LNG yang ditargetkan bisa menimbulkan multiplier effect lebih besar dibanding kilang LNG yang dibangun di laut.(RI)