JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) mencatat penerimaan negara dari sektor minyak dan gas sepanjang 2015 mencapai US$ 12,86 miliar atau Rp 177,47 triliun. Pencapaian ini hanya 85% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar US$ 14,99 miliar. Tidak tercapainya target penerimaan negara dari sektor migas disebabkan anjloknya harga minyak.

“Penurunan harga minyak dunia kabar kurang menggembirakan buat kita dan industri migas di hulu. Dampaknya penerimaan negara harus disesuaikan,” kata Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas di Jakarta, Selasa.

Amien mengatakan setelah relatif stabil di level US$ 100 per barel selama kurang lebih 3,5 tahun, pada awal 2014 harga minyak terus mengalami tren penurunan. Bahkan pada awal 2016 harga minyak telah menyentuh di level US$ 37,3 per barel. Anjloknya harga minyak secara global berdampak pada penurunan biaya investasi dan produksi sebesar 20,3%.

“Dampaknya bisa terlihat adanya penurunan belanja investasi di hulu migas, hampir seluruh perusahaan minyak internasional dan nasional mengalami penurunan investasi, dan diikuti dengan pengurangan-pengurangan biaya produksi,” ungkap dia.

Menurut Amien, produksi minyak sepanjang 2015 adalah 777.560 barel per hari (bph) atau 94,2% dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar 825.000 bph. Sementara untuk gas, produksinya juga di bawah target yakni sebesar 6.933,27 billion british thermal unit (BBTU) atau 97,9% dari target 7.079 BBTU.

Selain itu, cost recovery yang dibebankan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tercatat sebesar US$ 13,9 miliar. Atau 96,8% dari yang ditetapkan sebesar US$ 14,1 miliar.(RA)