JAKARTA – Status wilayah bekas kontrak karya PT Koba Tin masih menggantung lantaran terganjal sejumlah masalah, salah satunya proses penutupan dan reklamasi tambang timah yang tak kunjung usai. Padahal kontrak Koba Tin sudah berakhir sejak 2013.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan selain reklamasi yang belum tuntas, Koba Tin sampai saat juga masih bermasalah dari sisi hukum. Akibatnya, pemerintah belum dapat melelang wilayah bekas area kerja Koba Tin karena status hukum yang jelas.

“Reklamasi belum selesai sampai sekarang. Mereka juga masih ada urusan di pengadilan. Itu yang enggak bisa ditebak kapan selesainya,” kata Bambang di Jakarta, Rabu (16/1).

Permasalahan yang membelit perusahaan asal Malaysia itu cukup kompleks. Tidak hanya terbatas masalah hukum dan reklamasi semata.

Kementerian ESDM mengungkapkan salah satu penyebab terkatung-katungnya proses reklamasi tersebut adalah masalah internal Koba Tin. Setelah kontrak berakhir, komposisi pemegang saham perusahaan tersebut terus berganti-ganti.

Pemerintah sempat menyerahkan pengelolaan eks lahan Koba Tin kepada PT Timah dan tiga BUMD yang membentuk perusahaan konsorsium bernama PT Timah Bemban Babel pada September 2013. Namun, konsorsium tersebut berhenti di tengah jalan.

PT Timah pun memutuskan untuk mundur dalam pengelolaan tambang tersebut lantaran pemerintah tak kunjung memberi keputusan terkait status tambang tersebut yang rencananya akan menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) setelah kontrak Koba Tin dengan lahan seluas 41.344,26 hektare itu berakhir.

Menurut Bambang, sebenarnya Koba Tin telah menempatkan jaminan reklamasi. Pemerintah pun bisa menunjuk pihak ketiga agar reklamasi bisa dieksekuis dengan menggunakan dana tersebut. Masalahnya Koba Tin masih bersikeras untuk melakukan sendiri.

“Mereka masih menyatakan mau sendiri. Nanti ada batasannya. Kalau alasannya kuat bisa diperpanjang,” kata Bambang.(RI)