JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif serta Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dianggap telah mengabaikan bahkan melanggar peraturan perundang-undangan terkait tambang batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Menteri ESDM mengatakan di hadapan Komisi VII DPR RI bahwa tambang batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener tidak memerlukan izin.

“Pernyataan ini menurut kami mengindikasikan Menteri ESDM telah mengabaikan perundang undangan,” kata Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Jumat (18/2/2022).

Ia menjelaskan Pasal 133 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 pada poin (1) menyatakan SIPB (Surat Izin Pertambangan Batuan) untuk batuan jenis tertentu diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang sebanyak dua kali masing-masing selama tiga tahun.

Kemudian, Poin (2) Pasal 133 tersebut, menyatakan SIPB untuk keperluan tertentu diberikan untuk jangka waktu sesuai dengan jangka waktu kontrak atau perjanjian pelaksanaan proyek pembangunan yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

“Jadi sudah sangat jelas peraturan perundang undangan mengharuskan adanya izin untuk tambang batuan andesit untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan Bendungan Bener tersebut,” ujar Yusri.

Yusri juga menyayangkan sikap Komisi VII DPR. Komisi VII DPR mengamini pelanggaran yang dilakukan Dirjen Minerba dan Menteri ESDM.
“Karena UU Minerba Nomor 3 tahun 2020 malah dilanggar sendiri oleh pembuatnya,” kata Yusri.

Yusri menyatakan surat DIrjen Minerba Nomor T-178/MB.04/DJB.M/2021 tanggal 28 Juli 2021 tentang Tanggapan atas Permohonan Rekomendasi Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener, di antaranya menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan pengambilan quarry untuk pembangunan Bendungan Bener yang dilaksanakan Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR tidak memerlukan izin di sektor pertambangan mineral dan batu bara mengingat pelaksana kegiatan pengambilan material quarry tidak termasuk kriteria pihak yang dapat diberikan izin di sektor pertambangan mineral sebagaimana pada Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 dan hanya digunakan untuk kepentingan sendiri.

“Surat Dirjen Minerba ini offside, tidak ada dasar hukumnya dan melanggar UU Minerba nmr 3 tahun 2020 dan Pasal 133 Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Minerba,” ujar Yusri.

Menurut Yusri, pernyataan Dirjen Minerba melalui suratnya tersebut makin aneh jika dirujuk ke perundang undangan. Sebab, menurut Pasal 39 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR juga tidak punya ruang sebagai penambang batuan, yang bisa hanya oleh Badan Usaha, BUMN dan BUMD, serta Koperasi dan khusus perorangan hanya boleh paling banyak 5 hektar sebagai IPR (Izin Pertambangan Rakyat).
Batu andesit tidak termasuk dalam komoditi yang diberikan SIPB, melainkan melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Jadi ini ngawur, tidak ada dasar dasarnya. Sama saja Menteri ESDM dan Dirjen Minerba menginjak-injak UU Minerba dan PP Nomor 96 tahun 2021,”kata Yusri.(RA)