JAKARTA – Pemerintah mengklaim kebijakan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia sebagai pilihan terakhir guna menjamin keberlangsungan kegiatan operasi Tambang Grasberg di Papua.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pada pasal 31 kontrak karya yang ditandatangani Freeport Indonesia pada 1991 itu menyatakan perusahaan dapat mengajukan perpanjangan 2×10 tahun.  Pemerintah disebutkan tidak dapat menahan atau menunda tanpa alasan yang kuat.

“Freeport menganggap bahwa 2×10 itu adalah dia mendapatkan itu sebagai hak. Tapi pemerintah menganggap 2021 itu boleh saja, tapi akhirnya terjadi dispute. Kalau dispute di dalam pasal lain di ketentuan settlement of dispute itu bisa dia pergi ke arbitrase,” kata Bambang di Jakarta, Senin (6/8).

Pemerintah memilih untuk tidak menempuh arbitrase juga bukan hanya untuk menghindari denda, apabila pemerintah kalah dipersidangan. Proses persidangan arbitrase akan memakan waktu yang tidak sebentar, sehingga dampaknya menjadi tidak sedikit, tidak hanya teknis tapi juga kondisi sosial nantinya.

Menurut Bambang, kegiatan di Grasberg tidak boleh berhenti secara operasional lantaran biaya untuk recovery-nya membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang sangat mahal.

Recovery itu coba bayangkan saja, terowongannya panjang sekali itu, bahkan ratusan kilometer. Apakah nanti penyangganya akan runtuh dan sebagainya, mesti itu dispute di arbitrase tidak selesai 1-2 tahun. Bisa cepat bisa lambat,” ungkap dia.

Untuk dampak dari sisi sosial saat ini 95% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mimika disumbang Freeport Indonesia. Itu juga menyumbang 30%-40% PDRB Papua.  Ada sekitar 30 ribu pekerja yang akan terdampak jika kegiatan operasi Freeport berhenti.

Dia menambahkan, jika menunggu hingga 2021, Indonesia ternyata juga tidak bisa langsung memiliki seluruh aset milik anak usaha Freeport-McMoRan Inc itu secara cuma-cuma akan tetapi tetap harus membeli. Hal ini juga yang diatur dalam regulasi masa lampau.

Menurut Bambang, dalam waktu 180 hari setelah kontrak berakhir maka aset Freeport harus ditawarkan ke pemerintah. Untuk itu siapa pun yang memiliki atau melakukan operasional, tambang tersebut tidak boleh berhenti.

“Siapa pun yang akan melakukan operasional tambang tak boleh berhenti. Terowongan jauh, ventilasi macam-macam lah. semua orang tambang tahu itu. Biayanya besar untuk recovery dan tidak sebentar,” tandas Bambang.(RI)