JAKARTA – Pemerintah mengklaim isi dari revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang sedang dalam pembahasan pemerintah dan DPR sebagai penyempurnaan aturan sebelumnya, yakni UU Nomor 11 Tahun 1967,  Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan perpanjangan operasi Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dalam rangka kepastian dan konsistensi hukum. Kelanjutan operasi tambang sudah tercantum dalam UU Minerba sebelumnya. Dengan kepastian dan konsistensi hukum maka efek yang pasti terlihat adalah investasi sektor minerba bisa meningkat.

Total ada 13 isu utama yang bisa diselesaikan dengan adanya revisi UU Minerba. Beberapa poin penting yang diusulkan pemerintah  berkorelasi dengan investasi minerba di masa yang akan datang. Beberapa poin tersebut di antaranya, penyelesaian permasalahan antar sektor, pernguatan konsep wilayah pertambangan, memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah, mendorong kegiatan eksplorasi, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan/ surat izin penambangan batuan (SIPB), reklamasi dan paska tambang. Serta jangka waktu perizinan untuk IUP atau IUPK yang terintegrasi. Poin tersebut merupakan usulan pemerintah.

“Kami meminta masukan ke depan bagaimana, termasuk perpanjangan KK dan PKP2B. 1000% saya setuju UU itu mindset-nya harus ke depan. Dalam penyusunan melihat fenomena sekarang dan antisipasi ke depan,” kata Bambang dalam diskusi virtual, Rabu (29/4).

Menurut Bambang, ada perubahan ketentuan pemberian perpanjangan operasi KK dan PK2B. Dalam UU Nomor 11 Tahun 1967 tidak mencantumkan klausul peningkatan penerimaan negara. Pada UU Nomor 4 Tahun 2009 kelanjutan operasi KK dan PKP2B diberikan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi dan mensyaratkan antara lain peningkatan penerimaan negara dan peningkatan nilai tambah.

Bambang menyatakan ada kepastian hukum mengenai kelanjutan operasi KK dan PKP2B dari kedua UU tersebut. Di sisi lain pemerintah tentu dituntut untuk menunjukkan konsistensi hukum, dimana pemerintah telah memperpanjang masa operasi PT Vale Indonesia Tbk, dan PT Freeport Indonesia beberapa waktu lalu yang kemudian menjadi patokan bagi pemegang KK dan PKP2B lainnya. “Kalau tiba-tiba operasi (KK dan PKP2B) dihentikan, maka dampaknya luar biasa. Ada penambangan liar, masalah lingkungan dan lain-lain,” tukasnya.

Dalam lima tahun ke depan tercatat sejumlah pemegang PKP2B yang habis masa kontraknya. Perusahaan itu antara lain PT Arutmin Indonesia pada tahun ini, PT Kendilo Coal Indonesia pada 2021, PT Kaltim Prima Coal pada 2021, PT Multi Harapan Utama pada 2022, PT Adaro Indonesia pada 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 2023, serta PT Berau Coal pada 2025.

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menegaskan ada perbedaan yang jelas terkait dengan kondisi Indonesia saat UU Nomor 11 Tahun 1967 diberlakukan dengan kondisi sekarang ini. Dulu, posisi tawar Indonesia sulit lantaran terbatasnya dana maupun sumber daya manusia serta teknologi untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam mineral dan batu bara. Namun saat ini tidak berlaku. Kondisi negara serta sumber daya manusia Indonesia sudah jauh meningkat.

“Kalau 1967 posisi tawar lemah. Saat sekarang Indonesia lebih bagus,” kata dia.

Hikmahanto mengatakan para investor harus mengerti masa konsensi yang diberikan dan tercantum dalam aturan. Misalnya, selama 30 tahun. Bukan 30 tahun plus masa perpanjangan. Dengan begitu investor sudah merencanakan dan berhitung dari awal besaran investasi di Indonesia. Jika pola tersebut diterapkan tidak akan menyurutkan minat investasi pertambangan di Indonesia. Pasalnya, tidak semua negara memiliki kandungan mineral dan batu bara yang sama.

“Kalau sudah selesai ya harusnya selesai. Kecuali pemerintah memperpanjang. Bukan kemudian kita menjamin (perpanjangan) itu. Sehingga jangan sampai mereka hitung investasi nggak hanya 30 tahun plus dua kali perpanjang atau mereka akan buat cara-cara sehingga bisa lakukan perpanjangan. Ini yang harus diwaspadai mindset regulator harus berubah dari masa lalu sampai masa sekarang,” kata Hikmahanto.(RI)