JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah serius menggarap potensi Migas Non Konvensional (MNK). Bahkan ditargetkan produksi dari lapangan MNK bisa mencapai 100 ribu barel per hari (bph) pada tahun 2030.

Namun untuk merealisasikan target tersebut tidak mudah ada yang harus dipersiapkan dulu oleh pemerintah karena MNK belum pernah dikembangkan di Indonesia bahkan di dunia baru Amerika Serikat yang sukses mengembangkannya.

Tumbur Parlindungan, praktisi migas yang juga mantan Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), mengungkapkan ada salah satu syarat utama untuk MNK bisa berkembang di tanah air. Pemerintah kata dia harus membentuk ekosistem yang mendukung pengembangan MNK.

“Yang menjadi tugas utama membuat ekosistem untuk mensupport pengembangan MNK. Karena operation untuk MNK ini harus dilaksanakan seperti “manufacture process” untuk menjadi economic project. Tanpa ada support dari ekosistem (service companies termasuk fracking facilities and supply consumable items) akan sulit untuk berkembang dengan baik,” jelas Tumbur kepada Dunia Energi, Rabu (11/5).

Dia menuturkan untuk membentuk ekosistem tersebut tidak bisa hanya mengandalkan Kementerian ESDM. stakeholder lain juga memiliki peranan besar. “Terbentuknya ecosistem tadi perlu adanya koordinasi diantara stakeholders baik di Kementerian ESDM, Lingkungan, Keuangan, Daerah, BPN dan supporting kementerian lainnya,” ungkap Tumbur.

Selain itu yang tidak kalah penting tentu dari sisi regulasi. Menurut Tumbur regulasi yang ada harus ditujukan untuk mensupport semua aktifitas komersialitas dari migas yang dihasilkan.

“Contohnya yang paling sederhana, untuk penentuan harga gas dan pembeli dari gas tersebut yang terutama “contract sanctity”,” tegas Tumbur.

Salah satu pengembangan MNK yang paling maju adalah rencana pengembangan MNK di blok Rokan. Pertamina Hulu Rokan (PHR) ternyata hingga kini masih menjalin kerjasama dengan mitra dari Amerika Serikat yakni EOG Resources untuk kembangkan MNK.

Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan Pertamina sampai sekarang masih dalam kemitraan dengan EOG. Rencananya tahun ini pengembangan MNK di Rokan akan dimulai ditandai dengan pemboran dua sumur sekaligus. Menurut dia apabila pengeboran menunjukkan hasil yang positif maka EOG akan langsung turun tangan secara penuh mengembangkan MNK di Rokan.

“Tahun ini dua pemboran setelah itu mereka akan lihat bagus atau tidak cadangan disitu. Studi setelah pemboran sekitar 3-5 bulan bisa selesai kalau bagus baru bisa dikembangkan,” kata Benny belum lama ini di Jakarta.

Menurut Benny, EOG akan menjadi lead dalam pengembangan MNK di Rokan karena MNK masih tergolong sangat baru di Indonesia. Bukan hanya di tanah air bahkan di dunia juga sedikit pemain MNK.

“Nanti EOG full di situ kalau memang bagus, karena Pertamina belum bisa, perlu yang pengalaman. Sangat sedikit perusahaan yang main di MNK, paling ada di Amerika dan Argentina. EOG ini salah satu yang paling pengalaman di MNK,” jelas Benny.

Benny meminta semua pihak baik Pertamina maupun pemerintah juga serius dalam menyambut potensi investasi MNK karena dari sisi investor sudah sangat antusias. SKK Migas kata dia siap untuk memfasilitasi berbagai insentif agar MNK bisa dikembangkan.

Bahkan jika perlu negara tidak perlu menerima bagi hasil diawal, ketika sudah berjalan baru secara bertahap bisa ditingkatkan bagian negara.

“Kami di skk migas sangat mendorong itu MNK, kami siap berikat karpet merah ijin-ijin yang ada di kita tentu siap disederhanakan, semoga yang lain-lain juga bisa diberikan. Memang perlu karpet merah kalau diperlukan negara tidak dapat dulu awalnya. Ini momentumnya bagus, ada investor yang benar-benar mau. mereka itu antusias,” jelas Benny. (RI)