JAKARTA – Proses pembubaran anak usaha Pertamina yang bergerak di bisnis perdagangan minyak yang bermarkas di Singapura yakni

JAKARTA – Proses pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral) masih terganjal piutang yang masih belum terselesaikan atau belum dibayarkan kepada PT Pertamina (Persero).

Gigih Prakoso, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina, mengatakan sejak dibubarkan pada 2015, Pertamina telah melakukan berbagai upaya penyelesaian piutang Petral, dan hasilnya sampai sekarang ternyata penyelesaiannya baru mencapai 70% dari total piutang US$80 juta.

“Pokoknya tinggal 30% yang belum tertagih,” kata Gigih saat ditemui usai Rapat Dengar Pendapat antara Pertamina dan Kementerian BUMN dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (14/3).

Menurut Gigih, secara institusi Petral belum bisa dibubarkan karena masih ada urusan yan belum selesai.

Pertamina menghadapi tantangan besar dalam proses penagihan piutang tersebut lantaran tidak jarang ada beberapa perusahaan yang kini sudah tidak ada. Untuk itu, sudah dilakukan rencana selanjutnya jika  menggunakan jalur hukum untuk proses penagihan atau litigasi.

Litigasi smmerupakan proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.

Namun jika memilih jalur hukum maka konsekuensinya proses penyelesaian bisa memakan waktu lebih lama, karena itu Pertamina lebih mengutamakan bisa ada penyelesaian melalui pembayaran piutang.

“Ya itu kami akan litigasi , tapi kalau itu bisa bertahun-tahun juga urusannya,” kata Gigih.

Pertamina juga sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut mengusut permasalahan Petral.  Ditargetkan pada tahun ini sudah ada perkembangan baru untuk penyelesaian piutang Petral.

“Tahun ini harus selesai, paling tidak ada kesepakatan untuk selesai, sama KPK tetap koordinasi. Kami laporin  terus,” kata Gigih.(RI)