JAKARTA – PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) menargetkan proses pembahasan perusahaan patungan yang akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Seulawah bisa rampung pada tahun ini. PGE akan bermitra dengan Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA), badan usaha milik daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Ali Mundakir, Direktur Utama PGE,  mengatakan persiapan internal sebenarnya sudah dilakukan PGE, sehingga kini hanya tinggal menunggu finalisasi pembahasan skema perusahaan patungan yang akan terbentuk nantinya.

Perusahaan yang dibentuk tersebut akan melakukan eksplorasi dan eksploitasi potensi panas bumi di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Seulawah Agam berdasarkan izin panas bumi (IPB) yang akan diterbitkan  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Mudah-mudahan tahun ini sudah bisa selesai skema korporasinya. Kami juga secara internal sudah melakukan survei-survei,” kata Ali di Jakarta, Selasa (13/8).

Pengembangan panas bumi Seulawah merupakan proyek percontohan (pilot project) untuk pengembangan panas bumi di Indonesia dalam Scheme Public Private Partnership (SPPP). Dalam skema tersebut ada keterlibatan Pemerintah Aceh yang diwakili Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh. PGE memegang kepemilikan saham 75% dan PDPA 25%. Nantinya, perusahaan patungan tersebut akan menjual setrum yang dihasilkan kepada PT PLN (Persero).

Meskipun PDPA memiliki porsi saham sendiri, untuk tahap awal ini Pertamina diminta untuk menanggung seluruh biaya eksplorasi.

“Karena Pemda kan minta semua biaya eksplorasi itu di-cover Pertamina. Ini kami sedang merapikan GCG (good corporate governance) untuk itu, supaya bisa segera tuntas,” kata dia.

Meskipun memiliki kapasitas bisa mencapai lebih dari 110 MW,  WKP Seulawah tidak akan dikembangkan dengan skala besar melainkan secara bertahap hingga mencapai kapasitas maksimal nanti.

“Ini [WKP Seulawah] begitu mengebor 1-3 sumur, bisa produksi, langsung bangun pembangkit 10 MW. Bertahap pengerjaannya,” kata Ali.

PLTP Seulawah diperkirakan akan menyedot dana investasi mencapai US$ 660 juta. Ini dengan catatan biaya untuk setiap 1 MW berkisar antara US$ 5 juta -US$ 6 juta.

Ali mengatakan salah satu sumber pendanaan, akan memanfaatkan pinjaman dari Bank Dunia untuk sektor panas bumi yang kini membuka opsi pendanaan untuk kegiatan eksplorasi panas bumi. Berbeda dengan pinjaman pada umumnya, pendanaan ini memiliki skema pengampunan 50% jika eksplorasi panas bumi gagal menemukan cadangan uap.

“Untuk Seulawah pun kami propose untuk bisa didanai eksplorasinya,” kata Ali.(RI)