JAKARTA – Batalnya rencana pembangunan kilang baru di Bontang oleh PT Pertamina (Persero) ternyata harus melalui persetujuan pemerintah. Hal tersebut penting mengingat proyek Kilang Bontang ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).

Pertamina telah resmi mengumumkan pembatalan rencana pembangunan kilang baru tersebut dalam beberapa kali kesempatan.

Ego Syahrial, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan  Pertamina belum memberikan laporan resmi kepada pemerintah untuk membatalkan pembangunan kilang Bontang.

“Tentu kalau memang PSN, harus rapat dulu, koordinasi lintas kementerian. Ini kan sudah diputuskan PSN, artinya nanti dia [Pertamina] akan lapor ke kami,” kata Ego di Jakarta, Jumat (3/7).

Menurut Ego, Pertamina pasti memiliki perhitungan tersendiri dengan tidak melanjutkan rencana pembangunan kilang di Bontang yang sebenarnya juga sempat diwacanakan untuk pindah lokasi.

“Intinya segala sesatu perlu kalkulasi, tetap ini kan proyek besar. Pertamina mungkin sudah punya hitung – hitungan juga mungkin sudah cukup dengan itu (empat pengembangan kilang dan satu kilang baru),” kata Ego.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, saat dikonfirmasi justru menanyakan siapa yang menghembuskan informasi tersebut. “Dari siapa informasinya?,” kata dia.

Namun jika sudah ditetapkan batal, menurut Arifin hanya karena Pertamina belum bisa memiliki mitra untuk membangun. “Mungkin mitranya belum ada,” tukas Arifin.

Kini Pertamina hanya akan membangun satu kilang baru, yakni Kilang Tuban yang dikerjasamakan dengan Rosneft. Serta ada empat kilang yang dikembangkan melalui Refinery Development Master Plan (RDMP) yakni kilang Balikpapan, Balongan, Cilacap dan Dumai.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, sebelumnya mengatakan menyusul pandemi Covid-19 yang menekan permintaan BBM, Pertamina juga mengevaluasi kembali proyek-proyek kilang yang akan digarap. Pasalnya, permintaan BBM ke depan masih akan tumbuh, walau pertumbuhannya kemungkinan tidak akan setinggi selama ini.

“Sehingga proyek kilang kami hitung lagi. Sebelumnya ada enam proyek kilang kan, empat upgrading kilang dan dua bangun baru, ini kami koreksi. Kami hanya bangun satu kilang baru dan upgrade empat kilang eksisting,” ungkap dia.

Kilang Bontang sebelumnya direncanakan berkapasitas 300 ribu barel per hari (bph). Pada awal rencana kilang itu juga telah menemui rintangan yakni belum adanya mitra pembangunan. Overseas Oil and Gas LLC (OOG) asal Oman pun resmi mundur sebagai mitra sebelum Pertamina menyatakan adanya penyesuaian kebutuhan akan BBM sebagai alasan penghentian rencana pembangunan kilang. “Kilang Bontang belum dibangun dulu,” kata Nicke.

Pertamina berharap pembangunan kilang dapat memangkas impor BBM. Pasalnya, dengan kapasitas produksi kilang saat ini 750 ribu bph, Indonesia masih harus mengimpor BBM untuk menutup kebutuhan nasional yang mencapai 1,3-1,4 juta BBM. Jika sebelumnya dengan proyek enam kilang ditargetkan kapasitas kilang menjadi 2 juta bph, kini dengan ketiadaan Bontang maka ditargetkan kapasitas kilang pada 2027 mendantang sebesar 1,8 juta bph.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute menyayangkan keputusan Pertamina yang berhenti untuk membangun kilang Bontang. Kebijakan tersebut seharusnya tidak diputuskan secara tergesa-gesa. Pasalnya Indonesia dinilai masih butuh perencanaan penyediaan kilang. Lantaran penggunaan kilang baru tersebut juga tidak akan langsung jadi dalam waktu dekat, tapi pasti bisa bermanfaat di masa yang akan dating.

Komaidi menuturkan kapasitas dalam negeri masih jauh dari cukup atau untuk memenuhi kebutuhan.

“Akan lebih baik jika terus berlanjut. Mengingat kapasitas kilang dalam negeri masih jauh di bawah kebutuhan. Kilang baru juga memiliki keunggulan dalam beberapa aspek,” kata Komaidi.

Alasan Pertamina yang mengatakan bahwa adanya penurunan demand atau permintaan BBM yang jadi patokan pembatalan rencana pembangunan juga masih terlalu dini disimpulkan.

“Betul (jangan buru-buru diputuskan batal). proyek migas itu jangka panjang. Tidak tepat jika melihatnya pakai kacamata jangka pendek,” tegas Komaidi.(RI)