JAKARTA – PT Freeport Indonesia menargetkan memulai kegiatan konstruksi pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih atau smelter di Gresik, Jawa Timur pada semester kedua 2020. Untuk tahap awal konstruksi, Freeport menganggarkan US$600 juta.

Tony Wenas, Presiden Direktur Freeport Indonesia, mengatakan untuk pembangunan fisik smelter diharapkan bisa dimulai pada Agustus mendatang. Saat ini Freeport masih melakukan pemadatan lahan dan akan selesai pada tiga bulan mendatang.

“Sekitar Agustus (mulai konstruksi). Saat ini progress pembangunan smleter sudah 4,88%. Pemadatan lahan sedang kami lakukan, harapannya tiga bulan lagi selesai,” kata Tony ditemui usai menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (19/2).

Tony mengatakan setelah pemadatan lahan selesai Freeport akan melakukan lelang EPC sehingga Agustus diharapkan sudah mulai konstruksi.

Freeport membutuhkan dana sekitar US$3 miliar untuk pembangunan smelter di Gresik. Namun sebagian besar kebutuhan dana tersebut didapatkan dari eksternal. “Rencana seperti itu, gabungan (pinjaman dari beberapa bank),” kata Tony.

Dia berharap pencairan dana bisa segera terealisasi lantaran aktivitas fisik segera dimulai tahun ini. “Kami harap segera, karena kan mulai keluar uang  tahun ini. We need the money,” tegas Tony.

Pabrik smelter milik Freeport Indonesia, rencananya berkapasitas dua juta ton konsentrat dan akan menghasilkan sekitar 500 hingga 600 ribu ton katoda tembaga. Selain itu, pabrik pemurnian tersebut juga akan menghasilkan 40 ton emas per tahun.

Freeport Indonesia sudah memastikan bahwa pembangunan smleter tersebut akan dilakukan di JIPE, Manyar, Gresik. Semula Freeport memiliki dua opsi wilayah, antara lain adalah satu wilayah dengan pabrik Petrokimia Gresik. Namun setelah studi dilakukan perusahaan menilai keputusan untuk membangun di JIPE lebih feasible dan efisien.

“Awalnya memang ada dua pilihan, mau di JIPE atau di Petrokem. Lalu, kami sewa dua duanya, kami lakukan kajian mana yang lebih cepat untuk membangun smelter dan smelter paling besar di dunia. Lalu kami putuskan di JIPE. Kami terminasi kontrak dengan Petrokem,” ujar Tony.

Kegiatan Bawah Tanah

Selain fokus membangun smelter, Freeport Indonesia tahun ini juga lebih fokus untuk kegiatan tambang bawah tanah.

Tony mengatakan Freeport sudah menganggarkan US$1 miliar untuk menggenjot aktivitas di tambang bawah tanah.

Pada tahun ini tambang bawah tanah akan memproduksi paling tidak 75% dari total produksi. Sisanya, diambil dari stok pile.

Menurut Tony, sejak 2019 produksi Freeport Indonesia turun karena tambang terbuka sudah habis ditambang. Namun, ia menjamin produksi akan terus meningkat dimulai pada 2021.

“2019 dan 2020 adalah penurunan drastis, sekitar 50% dari kapasitas normal. Harapannya pada 2021 bisa meningkat 75-80%. Pada 2022 sampai 100% normal atau 220 ribu ton bijih per hari,” kata Tony.(RI)