MEMBANGUN kembali gairah industri hulu minyak dan gas bumi (migas) bukan perkara mudah. Perlu waktu agar kepercayaan investor bisa terealisasi menjadi investasi. Di Indonesia, keterpurukan investasi yang berujung pada anjloknya produksi migas akibat tidak ada penemuan cadangan migas baru dalam jumlah besar sudah berlangsung hampir lebih dari lima tahun terakhir. Ini diperparah dengan kondisi harga minyak dunia yang sempat anjlok pada medio 2013 hingga 2015. Kala itu harga minyak dunia sempat menyentuh angka US$30-an per barel.

Sejak saat itu pemerintah jumpalitan mencari formula baru untuk merangsang Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) agar tidak serta merta mengurangi investasi yang tentu berdampak pada produksi. Terpopuler adalah dengan melahirkan skema kontrak bagi hasil gross split sebagai pelengkap skema cost recovery yang sudah dianut Indonesia dalam industri migas selama puluhan tahun. Meski sempat mendapatkan rintangan di awal pelaksanaannya, toh dengan masukan kontraktor skema baru tersebut akhirnya bisa diterima. Belum terlihat memang khasiatnya, tapi efisiensi yang menjadi ruh baru dalam bisnis migas tanah air dan menjadi target utama dalam skema itu diyakini bisa dicapai para kontraktor. Tentu dengan tidak mengorbankan produksi.

Belum berhenti dengan gross split, pemerintah akhirnya membuka akses data hulu migas. Bagi Nofriadi, Direktur Utama PT Saka Energi Indonesia, kebijakan akses data migas (open access) menjadi salah satu langkah revolusioner dalam industri migas Indonesia karena bukan tidak mungkin dengan open access data migas investasi kembali bergairah. “Open data itu sebuah langkah yang sangat bagus, itu salah satu dinantikan,” kata Nofriadi saat ditemui di gelaran Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition 2019 (IPA Convex 2019) di Jakarta, belum lama ini.

IPA Convex 2019 menjadi ajang perkenalan kebijakan open data access oleh pemerintah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2019 tentang pengelolaan dan pemanfaatan data minyak dan gas bumi.

Akses terbagi menjadi dua jalur, yakni anggota dan non-anggota. Anggota bisa memperoleh semua data yang tersedia, sedangkan non-anggota hanya dapat mengakses data dasar dan umum saja. Penerbitan beleid tentang akses data itu tidak lepas dari kemitraan antara pemerintah dan KKKS. Tidak dapat dipungkiri lahirnya terobosan itu buah dari masukan KKKS kepada pemerintah yang sama-sama memiliki misi untuk kembali menggairahkan investasi, khususnya kegiatan eksplorasi migas Indonesia.

Di dalam ajang tahunan IPA Convex 2019, peserta konferensi menjadi memiliki fokus pembahasan serius, bagaimana mengimplementasikan kebijakan open access dengan benar agar manfaatnya bisa dirasakan, tidak hanya kontraktor namun juga bagi pemerintah.

Agus Cahyono Adi, Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah siap memperkuat kolaborasi dengan investor migas pada era keterbukaan data, termasuk membuka ruang dialog untuk mengakomodir kendala-kendala dalam implementasinya di lapangan. “Pada dasarnya, prioritas kami adalah bagaimana bisa membantu investor untuk mengeksplorasi sumber daya migas di Indonesia,” kata Agus.

Dia mengakui masih terdapat sejumlah tantangan dalam implementasi, di antaranya besarnya volume data yang harus dikelola, kelengkapan dan keakuratan metadata, serta kepatuhan pengiriman data, baik secara digital maupun fisik.

Tantangan lain juga terkait dengan format standar data dan jadwal pelaporan serta kapasitas penyimpanan data secara digital. Oleh karena itu pemerintah perlu mendorong para pemangku kepentingan di industri migas untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas data yang ada.

“Kami melakukan yang terbaik untuk bisa menyediakan data migas kepada publik termasuk calon investor. Tapi kemampuan kami terbatas. Kami harus kolaborasi untuk sama-sama membangun basis data yang lebih baik. Target kami, bagaimana eksplorasi bisa lebih cepat dan menghasilkan,” ungkap Agus.

Ketersediaan data menjadi sangat krusial bagi industri migas. Selama ini Indonesia belum memiliki basis data migas yang kuat sehingga pelaku usaha setengah hati jika berinvestasi. Minimnya data tentu menambah risiko usaha yang sudah sangat tinggi.

Menurut Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, belum adanya penemuan cadangan migas dalam jumlah besar adalah buntut dari ketiadaan data yang komperehensif. Kontraktor tidak bisa disalahkan sepenuhnya lantaran kondisi data migas indonesia tercecer dan sulit untuk dianalisis. salah satu kendala
yang menghambat pertumbuhan investasi eksplorasi migas. “Kita harus belajar, apa yang salah di lapangan? Kenapa tidak mendapatkan eksplorasi baru
yang besar? Terakhir itu Banyu Urip. Apa karena harga minyak rendah, atau karena berkurangnya investor? Yang pasti, bagi investor ada satu hambatan yaitu ketersediaan data,” kata Fatar Yani.

Dorongan para KKKS untuk kembali menggeliatkan kembali kegiatan eksplorasi dan produksi migas sangat penting. Dengan adanya dorongan ini menunjukkan adanya semangat yang sama untuk memastikan bahwa industri migas Indonesia bisa bertahan ditengah ketidakpastian gonjang-ganjing harga minyak dunia.

Penerapan teknologi juga jadi salah satu poin penting dii migas sehingga bisa lepas dari ketergantungan terhadap harga minyak dunia. Semakin baru teknologi yang digunakan tentu akan menghasilkan efisiensi, efisiensi ini membuat keekonomian menjadi semakin baik. Dalam IPA Convex 2019 ragam teknologi terbaru diperkenalkan untuk mendukung eksplorasi migas Indonesia mulai dari teknologi dan alat pendukung pengeboran hingga metode produksi minyak lanjutan atau Enhance Oil Recovery (EOR) untuk tingkatkan produksi lapangan migas eksisting yang sekarang tengah didorong betul di Indonesia.

Bij Agarwal, pejabat presiden IPA mengungkapkan bahwa Indonesia masih memiliki peluang mendapatkan investasi migas ke depannya. Namun, hal itu bisa terwujud dengan adanya kolaborasi antara Pemerintah dan pelaku industri migas nasional.

“Kita semua bersepakat, bahwa Indonesia masih punya peluang untuk mendapatkan investasi ke depan, dengan didukung Gross Split, perizinan yang semakin mudah, dan era baru keterbukaan data. Kolaborasi pemerintah dan industri juga meningkat, untuk mendukung eksplorasi dan mengoptimalkan produksi,” kata Bij.(RI)