JAKARTA – Mineral Industry Indonesia (MIND ID) mengklaim rencana pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Papua tetap terbuka. Bahkan saat ini sudah ada beberapa investor yang mengaku berminat untuk membangun.

Orias Petrus Moedak, Direktur Utama MIND ID, mengatakan sudah ada pembicaraan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengenai calon investor smelter Freeport di Papua.

“Jadi kalau yang Papua, itu dengan bapak kepala (BKPM) sudah ada pembicaraan awal. Nanti kita tinggal lihat kelangsungannya seperti apa,” kata Orias di Komisi VII DPR, Rabu (31/3).

Menurut Orias, jika mau dibangun di Papua ada syarat yang harus dipenuhi, yakni produksi ore tembaga Freeport minimal tiga juta ton per tahun. Masalahnya, saat ini Freeport sudah terlebih dulu melakukan perencanaan membangun smelter di tempat lain.

“Bisa saja di Papua, tapi kalau bisa produksi harus tiga juta ton,” tukas Orias.

Hingga saat ini saja sebenarnya ada dua opsi lokasi pabrik smelter tembaga Freeport Indonesia. Pertama, di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur dan kedua di Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera, Maluku.

Orias mengakui ada penundaan pembangunan smelter Freeport di Gresik. MIND ID juga mendapatkan tawaran membangun di Halmahera oleh perusahaan asal Tiongkok, Tsingshan Steel.

Namun demikian, holding BUMN tambang itu belum memutuskan untuk menggeser rencana pembangunan smelter ke Halmahera. Pasalnya, pembangunan smelter di Gresik juga telah menelan biaya sebesar US$300 juta.

“Keputusan apakah akan di Halmahera atau terus di Gresik itu belum diambil. Tetapi yang pasti di Gresik tetap jalan. Itu sudah keluar investasi US$300 juta,” kata Orias.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya mengatakan pada 31 Maret 2021 akan ada kesepakatan kerja sama antara Freeport dengan Tsingshan. Keduanya akan membangun fasilitas pengolahan konsentrat tembaga menjadi katoda.

Nantinya, ada dua pabrik smelter yang terbangun di lokasi tersebut. “Satu untuk nikel dan satu tembaga,” kata Luhut belum lama ini.

Pada lahan seluas 12 ribu hektare tersebut semuanya terintegrasi menjadi satu. “Kami berharap smelter tembaga ini akan beroperasi pada 2023. Sedangkan, yang nikel sudah berproduksi,” kata Luhut.(RI)