JAKARTA – Pembahasan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (UU EBT) direncanakan selesai tahun ini. Sejumlah hal yang minimal yang harus diatur dalam RUU EBT, antara lain perlunya muatan agar penyediaan energi terbarukan mendapat prioritas oleh pemerintah untuk memenuhi target pencapaian sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan METI sudah membahas mengenai aspek-aspek yang akan dimasukkan dalam Rancangan UU EBT dengan Komisi VII DPR, Selasa (3/3).

“Komisi VII DPR telah memasukkan dua RUU sebagai program prioritas dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2020. Yang pertama dibahas adalah Revisi UU Minerba dan diperkirakan selesai pada April 2020, dan kemudian dilanjutkan dengan pembahasan RUU EBT yang menjadi inisiatif DPR,” kata Surya kepada Dunia Energi, Rabu (4/3).

Surya menegaskan RUU EBT harus memuat adanya paham yang mengatur standar portofolio energi terbarukan agar pengembangannya mendapatkan kepastian daIam tataran yang sama dalam ‘ level of playing field’. Serta harus memuat adanya sertifikat bagi setiap pengembangan energi terbarukan dan dapat dipergunakan sebagai pengganti yang diberikan kepada pengembang energi fosil yang tidak mengembangkan energi terbarukan.

Hal lain yang perlu diatur dalam RUU EBT adalah adanya pasal yang mengatur mengenai harga agar ada kepastian dalam investasi serta memastikan pola pengembalian terhadap dana investasi pada energi terbarukan. Perlu adanya pasal yang mengatur insentif sebagai bentuk dukungan untuk memberikan daya tarik investasi, perlu adanya pasal tentang dana energi terbarukan yang mencakup sumber dan rencana penggunaannya. Serta perlu adanya badan khusus pengelola energi terbarukan sebagai badan yang bertanggung jawab memiliki otoritas yang jelas dalam mengelola, memiliki kewenangan pengelolaan dana dan lain-lain.

“Diharapkan tahun ini akan selesai, sehingga ada kepastian bagi regulasi pengembangan energi terbarukan,” tandas Surya.(RA)