JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) bisa dibangun di Indonesia hanya saja harus memenuhi syarat komersial.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan bahwa biaya dari pembangkit nuklir masih tinggi. Hal ini yang harus dicarikan solusi jika mau mengembangkan energi nuklir.

Jika berkaca dari Jepang, kata Arifin, tingginya biaya pengembangan pembangkit  bisa berdampak ke harga jual listrik ke masyarakat.

“PLTN kami sepakat, tapi cost_nya, biaya listrik (kalau pakai PLTN) bisa sampai US$30-40 sen per KWh kalau pakai PLTN itu. Kami dapatkan datanya dr Jepang,” kata Arifin disela rapat kerja di Komisi VII DPR, Jakarta, Rabu (27/11).

Tidak hanya itu, pekerjaan lainnya yang tidak akan mudah juga masalah sosialisasi keamanan penggunaan nuklir. Stigma yang berkembang di masyarakat selama ini nuklir masih berisiko dari sisi keamanan.

“Kemudian yang paling penting sosialisasi ke masyarakat, sehingga tidak ada ketakutan masyarakat menggunakan nuklir,” ujarnya.

Tidak hanya itu, lembaga terkait yang ingin kembangkan nuklir untuk pembangkit juga harus memastikan potensi bahan baku yang tersedia. “Kita juga ada punya sumber PLTN tapi belum signifikan,” kata Arifin.

Salah satu Independent Power Producer (IPP) yang paling berminat kembangkan nuklir di Indonesia yakni Thorcon International Pte.Ltd.   Perusahaan asal Amerika Serikat ini sudah siapkan dana investasi US$ 1,2 miliar untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) di Indonesia berkapasitas 500 Megawatt (MW).

Dadan Kusdiana, Kepala Balitbang Kementerian ESDM, mengatakan masalah komersialisasi harus dikaji lebih lanjut oleh Thorcon dan melaporkan hasilnya ke pemerintah. Thorcon memang menjanjikan harga listrik murah dari PLTT yang dikembangkan, namun harus ada perhitungan matang terhadap pembentukan harga tersebut.

“Mereka sih klaim harganya US$7- US$ 8 sen per KWh. Tapi kan harus dibuktikan kajiannya, dan itu perlu waktu,” kata Dadan.(RI)