GELIAT kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia kembali dimulai setelah mati suri hampir satu dekade terakhir yang diakibatkan berbagai kondisi negatif industri migas nasional maupun internasional. Ini ditandai dengan dilakukannya penjelajahan sepanjang 30 ribu kilometer (km) oleh kapal survei seismik Elsa Regent milik PT Elnusa Tbk, anak usaha PT Pertamina (Persero)

Elsa Regent akan berlayar memburu cadangan migas baru disepanjang lautan mulai dari perairan bangka di bagian barat hingga ke perairan Papua di ujung timur Indonesia. Penjelajahan pencarian cadangan migas berskala besar ini merupakan eksplorasi area terbuka sebagai bagian dari Komitmen Kerja Pasti (KKP) Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang, operator pengelola blok Jambi Merang.

Selama kurang lebih enam bulan Elsa Regent akan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sekitar 29 cekungan yang dilalui dan diperkirakan memiliki potensi cadangan migas.

Kapal ini dibeli Elnusa dari WesternGeco, anak usaha Schlumberger, salah satu perusahaan jasa migas terbesar di dunia pada 2016. Elsa Regent bukan kapal sembarangan untuk urusan mencari potensi cadangan migas, dengan panjang 93,3 meter, Elsa memiliki berbagai instrumen canggih yang mampu menunjang kegiatan seismik di perairan dangkal ataupun dalam, baik itu 2D maupun 3D.

Salah satu instrumen penting yang dimiliki Elsa adalah Streamer, alat khusus sebagai penerima gelombang mekanik yang ditembakan alat khusus lainnya atau disebut Airgun. Sederhananya, Airgun memproduksi tekanan udara sehingga menghasilkan gelombang mekanik yang mengarah ke dasar laut. Gelombang tersebut akan memantul kembali ke atas setelah menyentuh daratan di dasar laut. Gelombang yang memantul itu kemudian ditangkap oleh Streamer yang didalamnya terdapat alat khusus lain disebut Hydrophone.

Melalui Hydrophone pantulan yang ditangkap kemudian diproses dalam bentuk citra gambar yang kemudian akan diinterpretasikan oleh para ahli. Hasil pemrosesan dan interpretasi data-data tersebut kemudian yang akan menjadi bahan untuk menentukan ada tidaknya potensi cadangan migas di suatu wilayah.

“​Tekno​log​i ​S​treamer bentangan kabel bisa sampai 10 km. Itu bisa sampai 10 line lebih. Nah kabel itu yang menangkap gelombang yang melihat pemetaan di bawah laut,” kata Elizar Parlindungan Hasibuan, Direktur Utama Elnusa kepada Dunia Energi di atas kapal Elsa Regent saat bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/11).

Elsa Regent merupakan kapal seismik pertama berbendera Indonesia termasuk pertama juga yang dimiliki oleh Pertamina.

Elizar menuturkan pengadaan kapal memang dilatarbelakangi akan kebutuhan eksplorasi migas yang mulai bergeser ke laut dalam.

​“Sebelumnya gunakan kapal luar, sewa. Kami putuskan Elnusa harus punya. Pertama juga Pertamina punya kapal eksplorasi begini. Ini khusus cari cadangan migas,” ungkapnya.

Streamer, salah satu teknologi di kapal Elsa Regent (Foto/Dunia Energi/Rio Indrawan)

Minggus Tan, Marine Manager Elnusa,  mengatakan kemampuan Elsa Regent sudah bisa disejajarkan dengan kapal-kapal survei seismik kelas dunia lainnya yang biasa dioperasikan negara – negara eropa. Kunci dari Elsa adalah memiliki teknologi broadband. Dengan teknologi ini maka ada dua tipe frekuensi yang dipancarkan oleh Elsa, yakni High Frequency dan Low Frequency melalui Airgun. Tipe low frequency ini lah yang bisa menjangkau  dasar laut di perairan laut dalam.

Menurut Minggus, analogi pencitraan survei seismik seperti halnya kue lapis, jika tidak ada teknologi broadband maka pencitraan tidak akan sempurna artinya ada bagian tengah lapisan tersebut tidak akan tergambarkan dengan baik. Ini berarti data juga tidak lengkap.

Elsa Regent bisa menangkap data dengan sempurna hingga dibagian tengah dari lapisan tanah tersebut sehingga bisa diperoleh data dengan lengkap disetiap lapisan untuk bisa diolah lebih lanjut.

“Elsa Regent sudah broadband. Kalau yang lain (kapal) pendek-pendek frekuensinya, hilang bahkan, Elsa Regent ada high frequency ada low. Seperti kue lapis ada lapisan kecil-kecil. Kalau bukan broadband paling bisa memperoleh data (lapisan) diatas dan bawah kalau broadband itu dipetakan juga yang lapisan di tengah. Jadi itu kekuatannya penting sekali kalau mau bor dikiranya kosong (lapisan tengah) tidak tahunya ada tekanan yang berbeda dan sebagainya. Nah itu broadband yang bisa mengetahui itu,” ungkap Minggus.

Minggus Tan saat menerangkan fasilitas dan teknologi yang dimiliki Elsa Regent (Foto/Dunia Energi/Rio Indrawan)

Elsa Regent juga memiliki kemampuan yang tidak dimiliki kapal survei lainnya yakni while turning. Elsa bisa menangkap dan memproses data yang ditangkap oleh Streamer ketika kapal melakukan manuver putar balik ataupun berbelok. Ini bukanlah kemampuan yang dimiliki setiap kapal.

Data yang masukpun diolah secara real time. Jadi, selain dikirim setiap dua sampai tiga minggu ke pusat pengolahan data, interpretasi data juga sudah bisa dilakukan di atas kapal. “​Kapal ini bisa lakukan interpretasi. Interpretasi cepat kita lakukan proses di kapal. Jadi kami harap di darat tinggal sedikit. Jadi yang bisa kita kerjakan 30%-40% di atas kapal,” kata Minggus.

Sebelum melakukan perjalanan panjang 30 ribu km di perairan Indonesia, Elsa Regent telah menyelesaikan survei data akuisisi laut di Perairan Vietnam, Semenanjung Indocina. Tidak hanya itu, kapal ini juga telah melakukan banyak survei seismik marine di berbagai blok di Indonesia, dengan klien yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri. Elsa juga telah melakukan survei seismik di Laut Andaman di blok Andaman III yang dikelola oleh Repsol dan menjadi salah satu proyek seismik laut 3D terbesar di Indonesia.

Dalam kegiatan eksplorasi terbuka PHE Jambi Merang ada beberapa cekungan utama yang diperkirakan menyimpan potensi migas dalam jumlah besar akan dilalui Elsa. Cekungan tersebut kata Minggus sebagian besar memang berada di wilayah timur Indonesia. ​“3-4 cekungan daerah timur, di utara Kendari, di utara Kangean, Madura, Selat Makassar,” katanya.

Eksplorasi Terbesar

Dharmawan H Samsu, Direktur Hulu Pertamina menyatakan kegiatan survei seismik kali ini merupakan salah satu kegiatan eksplorasi terbesar yang dilakukan di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Selain itu, Elsa Regent merupakan kapal seismik tercanggih berbendera Indonesia saat ini, dinahkodai serta diawaki 100% oleh anak-anak bangsa dan dalam pelaksanaan survei seismiknya dilakukan pula oleh anak-anak bangsa.

“Secara teknologi maupun kompetensi, keberadaannya membangun kapasitas eksplorasi nasional. Bagi pertamina survei 2D ini milestone besar yang menunjukkan komitmen eksplorasi new venture yang akan menambah cadangan Indonesia,” kata Dharmawan.

Kehadiran Elsa Regent juga untuk menjaga sustainability energi migas di Indonesia sehingga Pertamina akan terus aktif melaksanakan eksplorasi. Berdasarkan data perusahaan Hingga September 2019, Pertamina telah menyelesaikan survei seismik 2D sepanjang 5.529 km dan survei seismik 3D seluas 514 km2.

“Selain itu terlepas dari harga minyak dunia saat ini, aktivitas eksplorasi di wilayah offshore semakin meningkat. Terlebih lagi adanya KKP Jambi Merang untuk area terbuka,” ujar Dharmawan.

Memiliki 12 streamer dengan panjang masing-masing mencapai 10 km membuat Elsa Regent sangat ideal untuk melakukan pekerjaan survei seismik di area lautan luas dan dalam secara efektif, baik untuk program seismik 2D maupun 3D. Perangkat yang dimilikinya dapat menghasilkan tampilan seismik bawah permukaan dengan kualitas yang baik guna tahap interpretasi data selanjutnya yang lebih baik.

Selain itu kemampuan untuk tetap melakukan perekaman data saat berbelok membuat kapal ini bisa menciptakan efisiensi baik dari sisi waktu maupun biaya, perekaman data dapat dilakukan terus-menerus dan dapat menghasilkan data baku yang langsung dapat diproses diatas kapal untuk interpretasi awal.

“Kelebihan lainnya tentunya Pertamina memiliki akses penuh atas penggunaan kapal ini untuk kebutuhan survei-survei seismik Pertamina yang sangat penting artinya dalam upaya eksplorasi,” jelasnya.

Tutuka Ariadji, pengamat migas dan guru besar Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung, menuturkan survei seismik sepanjang 30 ribu km yang dilakukan oleh Elsa Regent ini sudah sepatutnya harus disambut positif. Ia menilai kegiatan eksplorasi skala besar sudah lama tidak dilakukan di Indonesia. “Ada kegiatan eksplorasi, tapi kan kecil-kecil, kalau ini kapal survei 30 ribu km tentu ini besar sekali,” kata dia.

Dengan adanya kegiatan ini maka akan terkumpul informasi dan data baru mengenai kondisi basin di Indonesia untuk mencari cadangan migas dalam jumlah besar. Perairan di sekitar Bangka dan Papua kata dia memang selama ini diperkirakan memiliki potensi besar.

“Kita lebih banyak mengetahui data lebih lengkap kondisi basin kita yang belum diketahui. Kalau saya kira di Bangka itu sekitar sana banyak memanjang ada lagi di Papua, itu sangat besar (potensinya),” kata Tutuka.(Rio Indrawan)