JAKARTA – Korea Selatan telah menetapkan target untuk mencapai netral karbon pada 2050. Selain mendorong pencapaian target secara domestik, Korea Selatan juga berkomitmen, melalui Kebijakan Kesepakatan Hijau Korea Selatan Terbaru (South Korea’s Green New Deal) untuk mendukung pembiayaan dan pembangunan teknologi ramah lingkungan secara internasional. Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang komitmen hijau Korea Selatan ini dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk mempercepat transisi energi di Indonesia terutama dalam upaya pengakhiran operasional PLTU batubara.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, mengatakan bahwa dengan disepakatinya Just Energy Transition Partnership (JETP), Indonesia perlu mencapai salah satunya target bauran energi terbarukan sebesar 34% di 2030. Hal ini dapat dicapai di antaranya dengan pengakhiran pengoperasian PLTU secara bertahap hingga tahun 2050.

“Perusahaan-perusahaan Korea Selatan telah menjadi salah satu pemain kunci dalam energi dan industri di Indonesia. Perjalanan transisi energi Indonesia menuju dekarbonisasi memberikan peluang bagi Korea Selatan untuk menghentikan aset PLTU batubara yang dimiliki oleh perusahaan Korea, meningkatkan investasi di bidang energi terbarukan dan teknologi bersih, penyimpanan energi, dan kendaraan listrik,” kata Fabby, dalam sambutannya di acara webinar Indonesia – South Korea Golden Jubilee: Advancing Bilateral Cooperation through Green Energy Partnership Toward Sustainable Energy Transition (27/7).

Duta Besar dan Wakil Menteri untuk Perubahan Iklim Republik Korea Hyoeun Jenny Kim, yang hadir pada kesempatan yang sama juga menyampaikan keberadaan Indonesia dan Korea Selatan dalam berbagai inisiatif yang mendorong pembangunan yang lebih hijau, akan memperkuat solidaritas terhadap mitigasi perubahan iklim. Ia menuturkan saat ini tengah berlangsung negoisasi antara Indonesia dan Korea Selatan untuk bekerja sama erat dalam mitigasi perubahan iklim, di antaranya dalam bentuk kajian, perubahan kebijakan, pengembangan teknologi dan keterlibatan sektor swasta.

“Di kedua negara, batu bara masih menjadi sumber energi utama, kita harus mempercepat upaya untuk mengurangi penggunaan batu bara. Kita harus secara proaktif berinvestasi pada lebih banyak energi terbarukan, efisiensi energi, dan penyimpanan energi. Kita harus lebih membangun infrastruktur, dan meningkatkan bauran energi bersih. Meskipun banyak tantangan yang kita hadapi, saya yakin bahwa Indonesia dan Korea dapat membuat perubahan besar,” ujarnya.

Direktur Pelaksana Solution for Our Climate (SFOC) Joojin Kim, mengatakan terdapat potensi yang kuat bagi Korea dan Indonesia untuk membangun ekonomi hijau yang selaras dengan Persetujuan Paris.

“Bank di Korea Selatan sangat tertarik untuk berinvestasi pada energi terbarukan di Indonesia, terutama tenaga surya dan angin. Namun, sangat penting untuk memiliki kerangka kerja kebijakan yang mendorong lingkungan investasi yang lebih stabil dan transparan,” kata Joojin Kim.(RA)