JAKARTA – Dihadapkan pada isu transisi energi membuat banyak perusahaan yang semula berbasis pada energi fosil berbondong-bondong mulai mengalihkan bisnisnya ke Energi Baru Terbarukan (EBT). Isu tersebut sebenarnya juga melanda Indonesia, namun sesuai dengan permodelan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) peran energi fosil berupa minyak dan gas tidak akan serta merta hilang dalam waktu dekat. Konsumsi minyak Indonesia akan meningkat sebesar 139%, dan konsumsi gas akan meningkat hampir 300%.

Kebutuhan minyak diperkirakan akan meningkat menjadi 2,27 juta barel per hari (BPH) di tahun 2030 dan akan terus meningkat hingga 2050 mencapai 3,97 juta BPH. Sementara gas tahun 2030 kebutuhannya mencapai sekitar 11.728 Juta Kaki Kubik Per Hari (MMscfd) dan tumbuh menjadi 26.112 MMscfd pada tahun 2050.

PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dipastikan menjadi salah satu pemain utama di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Manajemen juga masih menjadikan migas sebagai salah satu fokus bisnisnya. Medco telah menetapkan produksi migas tahun ini sebesar 170 ribu barel setara minyak per hari (MBOPD) hingga akhir tahun 2022. Jumlah ini naik dari target sebelumnya yang ditetapkan di angka 160 ribu MBOPD. Adanya target peningkatan produksi migas tentu ada konsekuensinya berupa peningkatan emisi.

Firman Dharmawan Senior Manager Corporation, Sustainability & Risk Management Medco Energi menyatakan bahwa sebagai perusahaan internasional tentu Medco juga mengikuti cara-cara perusahaan internasional dalam mengatasi emisi yang dihasilkan dari kegiatan eksplorasi dan produksi migas. Konsistensi Medco sebagai perusahaan energi ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainability) menjadi keharusan yang tidak dapat ditawar.

Langkah Medco untuk menjaga konsistensinya sebagai perusahaan ramah lingkungan adalah salah satunya dengan berupaya menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Berdasarkan data perusahaan dalam tiga tahun terakhir emisi gas rumah kaca secara konsisten memang terus mengalami penurunan, dari posisi tahun 2019 sebesar 5,3 juta ton setara CO2 menjadi 4,6 juta ton setara CO2 pada tahun 2020. Emisi tersebut kembali berhasil diturunkan lagi pada tahun 2021 menjadi 4,4 juta ton setara CO2. Medco kata Firman memiliki target bisa menurunkan lagi emisi gas rumah kaca sebanyak 25% di tahun 2025 dan 30% tahun 2030. “Pertama kurangi emisi dari operasi yang sekarang terjadi,” ungkap Firman saat memaparkan strategi Medco kepada pengunjung di Booth Medco Energi dalam gelaran IPA Convention and Exhibition 2022, Rabu (21/9).

Berbagai cara ditempuh Medco untuk mencapai target tersebut. Diantaranya melakukan pilot project Carbon Capture and Storage (CCS) hulu migas. Rencananya akan dieksekusi pada tahun 2025. Kemudian manajemen memiliki kebijakan untuk mengadopsi sumber energi terbarukan, penggunaan hydrogen dan memperluas penangkapan natural karbon.

Selanjutnya adalah berkolaborasi pada rantai pasok dan nilai untuk meningkatkan efisiensi serta mengungkap emisi cakupan 3 dan menetapkan target interim pada tahun 2025.

Medco juga bertekad untuk terus mengurangi emisi metana. Adapun cara yang diusung Medco untuk menurunkan emisi metana antara lain dengan memperluas fokus pada pengurangan flaring, venting dan emisi fugitive. Kemudian dengan menghilangkan routine flaring pada tahun 2030 atau lebih cepat.

Untuk emisi metana ini pengurangannya dalam tiga tahun terakhir juga cukup signifikan. Tahun 2019 dari posisi 158 juta ton setara CO2 menjadi 136 juta ton setara CO2 di tahun 2020 dan kembali turun menjadi 131 juta ton setara CO2 di tahun 2021. Kemudian ditargetkan bisa turun lagi sebesar 25% tahun 2025 dan 37% pada tahun 2030. “Emisi metana isu penting yang dibicarakan saat COP 26, karena dalam hal pemanasannya itu 25 kali lebih besar dari gas biasa. Sehingga penurunan sangat penting,” ujar Firman.

Medco juga menargetkan penambahan portofolio pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Wujud peningkatan kapasitas pembangkit EBT salah satunya dengan menggenjot PLTS perusahaan juga bahkan memasang PLTS di wilayah operasi baik dalam maupun luar negeri. Hingga tahun 2030 nanti manajemen Medco menargetkan kapasitas EBT bisa mencapai 30% dari seluruh bisnis pembangkit listrik yang dimiliki Medco. Sementara sisanya atau 70% adalah merupakan pembangkit bertenaga gas.

Saat ini Medco Power sedang membangun PLTS di Bali dengan kapasitas 2×25 Megawatt Peak (MWp). Serta di Sumbawa dengan kapasitas 26 MWp. Untuk PLTS di Sumbawa ini terasa lebih spesial karena listrik yang dihasilkan akan dipasok untuk memenuhi kebutuhan operasional tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Itu menunujukkan bahwa Medco tutur serta mendukung kegiatan tambang berkelanjutan dan bersih sehingga produk tambang yang dihasilkan juga tergolong “green” dimana listriknya berasal dari EBT.

Medco menjadi salah satu perusahaan yang pertama mengembangkan panas bumi di Tanah Air yakni PLTP Sarulla 330 MW, ada juga pengembangan panas bumi di Blawan Ijen dengan target kapasitas terpasang 2×55 MW. Lalu ada PLTP Bonjol dengan potensi 60 MW. Kini Medco sedang jajaki untuk terjun ke sumber EBT lainnya yakni Angin. “Bayu (angin) kita juga pelajari bukan tidak mungkin masuk ke situ,” ujar Firman.

Sustainability atau keberlanjutan yang berujung pada lingkungan dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan bukan barang bagi Medco. Sejak awal berdiri aset-aset yang tersebar tidak hanya di Indonesia dan Asia Tenggara, tapi juga di berbagai belahan dunia lain. Tapi jika ditelisik Medco ada di negara-negara yang sedang tumbuh dan berkembang. Ini membuat strategi perusahaan juga juga sejalan dengan program pembangunan di negara-negara tempat Medco yakni pembangunan berkelanjutan dari PBB atau UN SDG’s. Tahun 2018 menjadi tahun penentu bagi Medco dalam penyusunan peta jalan dan kerangka keberlanjutan perusahaan.

Sustainability bukan barang baru buat kami karena sudah memulainya sejak 2017, tapi belum terstruktur. Di tahun 2018 menjadi tahun penting bagi perusahaan, berkonsultasi dengan banyak pemangku kepentingan terkait apa yang harus kami lakukan agar bisa berkontribusi dalam isu iklim global ini,” ungkap Firman.

Dengan misi untuk terus memenuhi permintaan energi dan sumber daya alam berkelanjutan di Indonesia dan Asia Tenggara, Medco berkomitmen menerapkan praktik dan standar global Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) terbaik, termasuk standar Global Reporting Initiative serta Sustainable Development Goals (SDGs).

Hingga saat ini, Medco telah mencapai 90% dari metrik dan target keberlanjutan lima tahun yang ditetapkan dalam Penilaian Materialitas 2018 dengan fokus penguatan kebijakan, tata kelola, sistem, kemampuan, dan budaya keberlanjutan. Selama 2019-2021, peringkat ESG Perseroan dari lembaga MSCI meningkat dari B, menjadi BB kemudian BBB dan skor Sustainalytics meningkat dari 49,9 menjadi 42,2. Pada 2022, Medco Energi terus memperbaiki kinerja dan pengungkapan ESG dengan melakukan pembaruan Penilaian Materialitas untuk menetapkan metrik dan target keberlanjutan 2022-2027. Selain itu juga, menerbitkan laporan Task Force on Climate-Related Financial Disclosure (TCFD) untuk pertama kalinya dan melaporkan kinerja emisi Perusahaan untuk tahun kedua di platform CDP (sebelumnya dikenal sebagai Carbon Disclosure Project).

“Kami akan tetap fokus pada peningkatan ESG dengan target yang terukur dalam Strategi Perubahan Iklim dan Transisi Energi. Strategi ini dikembangkan melalui proses multi tahun untuk membangun pemahaman internal dan infrastruktur yang diperlukan dalam mengelola risiko Perubahan Iklim,” kata Firman.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute Essential Service Reform (IESR), mengungkapkan apa yang dilakukan Medco sebagai korporasi terutama di sektor energi adalah hal yang wajar. Medco melihat bahwa masa depan adalah energi bersih dan terbarukan. Dia menilai Medco cukup adaptif karena konsisten menjaga selalu adanya program kerja yang disiapkan untuk antisipasi tren energi masa depan.

“Sejak 3 tahun lalu, Medco mulai menyesuaikan strategi korporasinya untuk mengantisipasi trend masa depan,” ungkap Fabby.