JAKARTA – Tidak ada larangan memang jika PT Pertamina (Persero) mau ikut terlibat dalam proyek gas abadi blok Masela. Apalagi wacana tersebut kembali mengemuka setelah Shell dikabarkan telah meminta open data room sebagai salah satu proses dalam pelepasan hak partisipasi (Participating Interest/PI) Blok Masela kepada pemerintah. Hanya saja Pertamina harus memiliki syarat yang wajib dipenuhi jika mau bergabung dengan Inpex.

Tumbur Parlindungan, praktisi migas yang juga mantan Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), mengatakan keberadaan Shell di Blok Masela sebagai mitra Inpex bukan tanpa alasan. Shell dikenal sebagai salah satu pemain utama industri migas dunia yang memiliki kemampuan mumpuni untuk mengembangkan gas di wilayah laut dalam seperti Masela. Adapun kemampuan tersebut adalah dari sisi teknologi serta kemampuan finansial.

Menurut Tumbur, jika Pertamina benar-benar didorong untuk menggantikan Shell di Masela maka dua kemampuan itu harus dimiliki Pertamina. “Inpex gandeng Shell itu karena teknologi satu lagi capital, itu kuncinya. Siapaun penggantinya harus mempunyai dua itu, kalau mereka (Pertamina) punya dua itu bisa (gantikan Shell),” kata Tumbur di Jakarta, Jumat (24/7).

Pertamina kata Tumbur memang tidak perlu sendiri jika benar-benar ingin masuk ke Masela. Membentuk konsorsium menjadi salah satu jalan agar dua syarat utama tadi bisa terpenuhi. Namun untuk kondisi sekarang ini pemain-pemain besar dari wilayah Amerika Serikat maupun Eropa diperkirakan tidak akan terlalu melirik proyek yang sulit, seperti Masela.

Alternatif perusahaan yang bisa digandeng adalah perusahaan asal Asia seperti dari China maupun India yang memiliki kemampuan dari sisi teknologi maupun finansial.

Syarat lainnya adalah biasanya perusahaan mau masuk di proyek besar apabila membutuhkan kepastian suplai bagi negaranya. Ini terjadi ketika dulu para perusahaan dari China, Jepang maupun Korea Selatan masuk ke proyek LNG Bontang. Ketiga negara itu membutuhkan kepastian pasokan energi bagi negara mereka.

“India mungkin bisa, China juga bisa, dia punya teknologinya, dan mereka butuh energi,” kata Tumbur.

Shell sebagai mitra dari Inpex Corporation memiliki PI sebesar 35% di Blok Masela. Berdasarkan informasi yang diterima Dunia Energi, salah satu penyebab Shell ingin melepas PI lantaran pemerintah merubah skema pembangunan dari offshore ke onshore. Shell diketahui sudah kadung menyiapkan teknologi untuk dengan konsep pengembangan Lapangan Abadi secara offshore. Karena itu keputusan pemerintah dikabarkan cukup mengecewakan pihak Shell.

Namun Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas membantah kabar tersebut. Menurut Dwi, rencana Shell untuk melepas PI blok Masela lebih kepada strategi kebijakan portofolio internal Shell.

“Dari informasi update yang kami terima nggak terkait apakah offshore atau onshore. Murni review portofolio secara global, Shell review proyek-proyek global, seberapa besar yang akan diinvestasi prosesnya masih berjalan dan tergantung seberapa tingkat keekonomian dari proyek yang divestasikan,” kata Dwi, belum lama ini.

Proyek Masela merupakan salah satu proyek terbesar di Indonesia dengan potensi cadangan gas terbesar yang pernah ditemukan mencapai lebih dari 10 triliun cubic feet (TCF). Proyek ini juga menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang saat ini telah memasuki tahap pengadaan lahan untuk pembangunan fasilitas pengolahan dan produksi gas berupa kilang LNG di Pulau Tanimbar.

Pemerintah akhirnya memberikan persetujuan kepada Inpex untuk melakukan kajian pembangunan fasilitas dengan kapasitas 9,5 Metrik Ton Per Annum (MTPA) LNG dan 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd)gas pipa. Padahal sebelumnya pemerintah bersikeras agar LNG yang diproduksikan sebesar 7,5 MTPA dan gas pipa sebesar 474 mmscfd. Proyek yang diperkirakan menghabiskan biaya investasi mencapai US$20 miliar tersebut ditargetkan bisa mulai memproduksi gas pada 2027-2028.

Pertamina sendiri tidak menutup diri jika ada peluang untuk bisa masuk di Masela. Taufik Aditiyawarman, Direktur Pengembangan dan Operasi Pertamina Hulu Energi (PHE) atau subholding hulu Pertamina, mengatakan Pertamina tentu masih memiliki visi untuk bisa memproduksi minyak sebesar satu juta barel per hari serta gas mencapai 4.000 mmscfd belum lagi dengan target reserve replacement ratio (RRR) yang diharapkan bisa mencapai 100%. Kehadiran blok Masela menjadi salah satu portofolio Pertamina tentu bisa jadi pembeda bagi target tersebut.

“Saya kira holding (Pertamina) akan berpandangan yang bijak terhadap peluang ini untuk penuhi visi itu sudah itu sudah ada rencana baikdari organik maupun non organik,” kata Taufik.

Menurut Taufik, dari sisi teknis Pertamina bisa langsung memiliki portofolio serta bisa meningkatkan kemampuan dalam melakukan kegiatan ekplorasi dan eksploitasi migas laut dalam jika bisa terlibat di Masela. “Kita bisa belajar deepwater, belajar processing plant LNG remote,” kata Taufik.(RI)