ANAK-anak tertawa riang di teras salah satu rumah dalam gang sempit di wilayah desa Karanganyar, Gadingrejo, Pasuruan. Sesekali Nazril bocah berumur 5 tahun juga berlarian ke dalam rumah bermain kejar-kejaran dengan teman sebayanya. Yunis atau yang akrab disapa Mba Yunis mengaku keceriaan ini berlangsung belum terlalu lama. Anak-anak biasanya main jauh dari rumah atau bahkan diungsikan dulu ketika waktu sudah menunjukkan untuk kegiatan masak.

Alasannya sederhana, karena udara tidak bersih lantaran dulu di rumahnya masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Pembakaran menggunakan kayu menghasilkan asap pekat tidak hanya di dalam rumah, tetapi juga menyebar di sekitar rumah.

“Kalau dulu mainnya enggak bebas, jauh dari rumah biar tidak kena asap, kan bakar kayu,” kata Yunis ditemui Dunia Energi di Pasuruan, akhir pekan lalu.

Menurut Yunis, perubahan drastis terjadi ketika fasilitas jaringan gas masuk ke wilayahnya pada tahun lalu. Keberadaan gas berarti kayu tidak lagi dibutuhkan. Itu artinya memasak bebas asap. “Sekarang ya enak, anak-anak main tidak usah jauh dari rumah,” ujarnya.

Manfaat yang dirasakan Yunis juga dirasakan oleh Ani Kustiani yang rumahnya berderet berdampingan dengan rumah Yunis. Dia mengaku lebih banyak bisa menghabiskan waktu bersama keluarga ketimbang harus bersusah payah menyalakan api kayu bakar. Pasalnya untuk sekali menyalakan api tanpa gunakan minyak tanah diperlukan waktu paling tidak 10 menit. Itu pun belum ditambah waktu mengawasi agar api tidak mati saat memasak.

Bagi Ani kondisi itu adalah bonus dari menfaat utama jaringan gas di wilayahnya sejak Maret 2018 silam, karena ada beberapa manfaat sekaligus yang dirasakan mulai dari sisi efisiensi biaya hingga kepraktisan penggunaan jargas.

Ani mengaku hanya perlu merogoh rata-rata Rp 60 ribu per bulan untuk menggunakan jaringan gas (jargas). “Pernah Rp 70 ribu tapi itu kalau lagi masak banyak, kaya waktu pas lebaran atau hajatan,” kata Ani.

Biaya penggunaan jargas diakui Ani sangat membantu ekonomi keluarganya, apalagi pengunaan kayu bakar selain tidak efisien dari sisi waktu juga dari sisi biaya. Untuk satu ikat kayu bakar Ani harus siapkan dana sekitar Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu. Itu pun tidak diketahui pasti kebutuhan kayu untuk memasak. Ditambah lagi penjual kayu bakar sudah semakin sulit ditemukan.

“Cari kayunya susah biasanya dikasih orang kalau tidak dikasih tidak masak, kadang beli tapi sekarang susah. Kalau beli ranting (kayu) Rp 20 ribu ada yang 15 ribu, sekarang tapi susah sekali carinya,” jelas Ani.

Sebagai keluarga yang memiliki penghasilan pas-pasan keberadaan jargas jelas membantu. Ia menceritakan pekerjaan suaminya adalah seorang supir angkutan, dengan pemasukan sekitar Rp 35 ribu per hari, keberadaan jargas sangat penting dalam roda perekonomian keluarganya. “Untuk masak biasanya satu kali sehari, jadi sekarang bisa untuk masak setiap hari,” cerita Ani.

Warga dan fasilitas jargas di rumahnya (Foto/Dunia Energi/Rio Indrawan)

Gas bisa dirasakan manfaatnya oleh Ani dan Yunis serta ribuan warga di wilayah Pasuruan dan wilayah Indonesia lainnya berkat program sambungan jaringan gas rumah tangga dari pemerintah yang dilaksanakan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN.

Untuk tahun ini ada 16 wilayah yang akan dibangun Jargas diantaranya di Kabupaten Aceh Utara, Kota Dumai, Kota Jambi, Kota Palembang, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cirebon, Kota Lamongan, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Wajo dengan total sambungan sebanyak 74.307 SR jargas.

Jumlah pembangunan jargas akan terus ditingkatkan terlebih dengan posisi PGN sebagai subholding gas yang memiliki peran dan kemampuan strategis dalam penyediaan infrastruktur gas.

Untuk tahun depan misalnya, PGN sudah akan memulai pembangunan 50 ribu SR dari rencana 500 ribu SR hingga tahun 2021 melalui kerja sama dengan PT PP (Persero). Jumlah itu tidak termasuk rencana pembangunan jargas dengan dana APBN yang mencapai 239.533 SR pada tahun 2020 di 53 kabupaten/kota dengan total dana yang disiapkan mencapai Rp 3,52 triliun.

Yeti Hayun, Sekretaris Lurah Karanganyar menceritakan antusiasme masyarakat terhadap penggunaan jargas. Pengalaman yang didapatkan oleh warga penerima bantuan pemasangan jargas ternyata membuat masyarakat lain ikut mendaftarkan diri untuk jadi pelanggan jargas.

“Banyak yang ke kelurahan mereka minta dipasang juga kan harus didata ulang lagi,” ujarnya.

Krisdyan Widagdo Adhi, Pejabat Harian Division Head Corporate Communication PGN menuturkan bahwa pelanggan gas di Jawa Timur memang cukup banyak dan menjadi jumlah pelanggan jargasnya salah satu yang terbesar yakni mencapai 65.961 SR hingga akhir tahun 2018. Jumlah ini dipastikan bertambah karena beberapa minggu lalu sebanyak 8.150 jargas di Pasuruan dan Probolinggo sudah selesai dibangun dan siap dialiri gas.

“Pelanggan rumah tangga bertambah karena Pasuruan, Probolinggo dan Mojokerto akan tambah. Demand-nya bisa lebih besar,” ujarnya.

Hingga akhir tahun lalu jumlah sambungan jargas rumah tangga sudah 486.229 SR sebagian besar atau 67% dibangun menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau sebanyak 325.773 SR. Lalu sebanyak 155.771 SR menggunakan dana internal PGN dan PT Pertamina Gas (Pertagas) menggunakan dana sendiri sudah membangun sebanyak 4.685 SR. Total panjang pipa untuk jargas sampai sekarang sudah mencapai 3.800 km.(Rio Indrawan)