JAKARTA – Realisasi produksi siap jual atau lifting migas 2019 tidak memenuhi target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Lifting minyak tercatat sebesar 746,2 ribu barel per hari (bph) atau dibawah target 775 ribu bph. Realisasi ini juga masih dibawah realisasi 2018 sebesar 778 ribu bph.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan lifting migas 2019 sudah melampaui usulan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sebesar 699,8 ribu bph. Selain itu, realisasi lifting juga diatas Work Plan and Budget (WP&B) yang disepakati dengan KKKS sebesar 729,5 ribu bph. KKKS juga menyanggupi beberapa optimasi produksi, sehingga diproyeksi lifting bisa digenjot hingga 752,2 ribu bph dengan program Filling The Gap (TGP), Prodcution Enhancement Technology (PET), Management Walk Through (MWT) serta optimasi planned shutdown.

Sayangnya terjadi beberapa masalah di beberapa wilayah kerja. Misalnya, seperti yang dialami ExxonMobil Cepu Limited terjadi masalah kebocoran floating hose. Ini membuat produksi berkurang sebesar 2,9 ribu bph. Kemudian terjadi beberapa insiden, mulai dari unplanned shutdown, kebocoran pipa, kelistrikan hingga kendala nonteknis, seperti kebakaran hutan yang berdampak pada operasional PT Chevron Pacific Indoensia.

“Lalu ada kebocoran pipa di PHE OSES dan Chevron unplanned shutdown 46 KKKS dengan jumlah 2,1 ribu bph. Selain itu, ada dampak kondensat karena curtailment gas JOB PMTS, Pertamina EP, ENI, kehilangan 1,4 ribu bph. Revisi Amdal ExxonMobil 0,5 ribu, insiden YY 0,2 realisasi 745,2 ribu bph kemudian ditambah stok 1 ribu bph menjadi total lifting 746,2 ribu bph, ” ungkap Dwi disela konferensi pers kinerja hulu migas 2019 di Kantor SKK Migas, Kamis, (9/1).

Tidak hanya lifting minyak, gas juga tidak mencapai target. Realisasi lifting tahun lalu 5.934 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) juga dibawah target yang ditetapkan APBN 2019 sebesar 7.000 MMSCFD. Realisasi tersebut juga sebenarnya masih dibawah tipis WP&B yang disepakati dengan KKKS yakni 5.937 MMSCFD.

KKKS sebenarnya menjanjikan optimasi produksi hingga mencapai 6.002 MMSCFD, namun demikian itu juga tidak tercapai lantaran terjadi sejumlah masalah. Utamanya adalah masalah penyerapan gas, masalah teknis serta insiden Lapangan YY, Blok Offshore North West Java (ONWJ).

“Karena curtailment kurang 60,8 MMSCFD, H2S spike HCML berkurang 6,7 MMSCFD, Seta insiden YYA-1 berdampak 0,2MMSCFD menjadi 5.934 MMSCFD,” kata Dwi.(RI)