JAKARTA— Penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta disebabkan industri dan pemukiman yang tidak memiliki tata ruang yang baik. Tidak ada sanksi bagi penyelenggara yang tidak mampu menjalankan rencana tata ruang.

“Sekitar Bekasi, contohnya daerah-daerah industri kecil-kecil, tetapi mereka juga menggunakan solar, menggunakan pembangkit yang kecil tetapi juga ada batu bara,” kata Andi Yuliani Paris, Anggota Komisi VII DPR.

Sebagai solusi, Andi mengimbau kepada para kepala daerah di sekitar Jakarta, seperti Bekasi, Karawang, dan Cikarang, untuk duduk bersama dengan Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat untuk memetakan wilayah industri dan memperbaiki tata ruangnya.

“Perlu duduk bersama antara ketiga Gubernur ini, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat untuk memetakan wilayah-wilayah industri dan juga tata ruangnya juga diperbaiki,” katanya.
 
Andi mengungkapkan bahwa aktivitas industri kecil tersebut dapat menghasilkan polutan yang berkontribusi pada polusi udara layaknya sektor transportasi.

“Dan ini juga punya kontribusi, walaupun transportasi juga memberikan kontribusi. Nah, kita tahu bahwa transportasi di Kota Jakarta ini banyak kendaraan motor roda dua, yang mayoritas bisa dikatakan 100% menggunakan pertalite, yang RON-nya lebih rendah dibandingkan dengan Pertamax. Artinya, pertalite belum bisa dikategorikan Clean Energy,” ujarnya.
  
Andi juga beranggapan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Suralaya, Banten bukan faktor utama penyebab polusi. Andi menilai PLTU tersebut telah menggunakan teknologi untuk menyaring polutan hasil pembakaran batu bara. Seperti halnya, pemasangan Electrostatic Precipitator (ESP) serta alat pemantau emisi Continuous Emission Monitoring System (CEMS).
 
“PLTU Suralaya telah menggunakan teknologi yang mampu menyaring partikel-partikel yang berpotensi menjadi polutan,” kata Andi Yuliani. (RA)