JAKARTA – Tren penurunan Harga Batu Bara Acuan (HBA) berlanjut. Pada periode Oktober 2019 HBA tercatat US$64,8 per ton atau turun dari posisi September sebesar US$65,79 per ton. Realisasi HBA bulan ini adalah yang terendah sejak Oktober 2016. Kala itu HBA berada diposisi US$69,07 per ton.

“HBA US$64,8 per ton. Maunya saya naik (HBA),” kata Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Senin (7/10).

Menurut Bambang, penurunan HBA akan langsung berpengaruh terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun ini. Padahal sudah beberapa tahun terakhir PNBP batu bara menjadi andalan untuk mendongkrak penerimaan negara di sektor minerba. “Iya, pengaruh ke PNBP,” tukasnya.

Tren penurunan batu bara dimulai sejak akhir tahun lalu, meskipun sempat naik tapi tidak sebanding dengan penurunannya. Pembatasan impor batu bara dari Indonesia, panasnya kondisi antara Amerika Serikat dan China juga masih menjadi salah satu faktor pemicu turunnya harga batu bara.

Pada September 2018 HBA berada di posisi US$104,81 per ton. Kemudian terkoreksi di bulan berikutnya menjadi US$100,89 per ton dan berlanjut di November sebesar US$97,90 per ton. Pada penutupan 2018 pun harga masih melemah di level US$92,51 per ton.

Pada awal 2019 tren penurunan harga masih terjadi lantaran HBA berada di posisi US$92,41 per ton. Sebagai salah satu konsumen utama batu bara dunia maka kebijakan pemerintah China yang membatasi kuota impor menjadi faktor utama melemahnya harga selama ini.

HBA merujuk pada index pasar internasional. Ada empat index yang dipakai Kementerian ESDM yakni Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Adapun bobot masing-masing index sebesar 25% dalam formula HBA, artinya pergerakan harga batu bara dipengaruhi oleh pasar internasional.

Dengan realisasi HBA bulan ini maka harga batu bara yang dibeli PT PLN (Persero) juga semakin turun. Dalam aturan ditetapkan bahwa harga batu bara untuk pembangkit listrik ditetapkan paling tinggi US$70 per ton.(RI)