JAKARTA- Serikat Pekerja PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor bisnis gas terintegrasi, kembali menyatakan penolakannya atas rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk mengintegrasikan Pertagas dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN.
“Sebanyak 43% saham PGN adalah milik publik, 5% dimiliki oleh perserorangan sedangkan 38% dimiliki oleh perusahaan swasta. Menyerahkan Pertagas yang 100% milik negara kepada PGN sama saja dengan menjual asset negara kepada swasta,” kata Nugeraha Junaedy, Ketua Serikat Pekerja Pertagas dalam keterangan tertulis kepada Dunia Energi di Jakarta, Jumat (25/5).
Menurut Nugeraha, gas bumi adalah salah satu sumber energi penting bagi negara yang memiliki peran vital dalam menjaga ketahanan energi nasional. Sudah sepatutnya gas bumi dikelola oleh negara bukan publik sesuai yang tertulis pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 2.
“Kenyataannya dalam waktu dekat hak negara untuk mengendalikan energi gas bumi akan dilepas ke publik. Lepasnya hak negara dapat dipastikan terjadi di detik Pertagas diakuisisi oleh PGN,” ujar Nugeraha.
Dia mengatakan, asset, pendapatan, laba Pertagas saat ini seluruhnya dikontribusikan untuk negara. Menjual Pertagas kepada PGN tentu sama saja dengan merelakan 43% asset, pendapatan dan laba untuk dinikmati oleh swasta.
“Mari kita analogikan saat Pertagas diakuisisi PGN. Jika Pertagas mencetak laba 1.000 rupiah, negara hanya akan menerima Rp570. Dengan kata lain negara telah kehilangan laba sebesar Rp430. Ini jelas mencederai pasal 33 ayat 2 UUD 1945” jelas Nugeraha.
Selain itu, tambah Nugeraha, aksi akuisisi akan membutuhkan jumlah dana kas yang sangat besar untuk pembelian seluruh asset Pertagas dan afiliasinya. “Apakah PGN memiliki dana sebesar itu? Kami sangat meragukannya mengingat performa keuangan PGN dalam lima tahun merosot tajam,” ungkap Nugeraha.
Sekadar catatan, pada 2017 laba bersih PGN anjlok 52,9% menjadi US$143,1 juta pada 2017 dibanding tahun sebelumnya US$304,3 juta. Penurunan laba bersih disebabkan peningkatan beban, mulai beban pokok, beban distribusi dan transmisi, beban keuangan hingga beban lain-lain.
Peningkatan beban jauh lebih besar dibanding peningkatan pendapatan dari US$2,93 miliar pada 2016 menjadi US$ 2,97 miliar pada tahun lalu.
Penjualan gas menjadi bisnis utama dan kontributor terbesar raihan pendapatan PGN dan meraih US$2,4 miliar. Sisanya berasal dari penjualan minyak dan sebesar US$472,8 juta. PGN tercatat memiliki anak usaha di sektor hulu migas, yakni PT Saka Energi Indonesia yang mengelola dan memiliki hak partisipasi di sejumlah blok di dalam negeri dan luar negeri.
Menurut Nugeraha, jika memaksakan opsi akuisisi Pertagas, PGN dinilai akan membutuhkan sokongan dana dari induk barunya, yaitu Pertamina, “Bukankah ini justru hanya merugikan Pertamina? Alih-alih memberikan pemasukan kepada Pertamina, aksi PGN mengakuisisi Pertagas akan membebani kinerja keuangan Pertamina secara konsolidasi,” katanya.
Melihat pertimbangan tersebut, SP Pertagas menilai bahwa akuisisi merupakan opsi yang paling buruk untuk Pertamina. Akuisisi tampak seperti aksi korporasi yang disetir oleh pemburu rente untuk mengerdilkan bisnis gas Pertamina.
“Kami pekerja Pertagas didukung oleh seluruh pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu tegas menolak akuisisi,” katanya. (DR)
Komentar Terbaru