JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mengklaim konsumsi gas mulai berangsur meningkat seiring dengan mulai berlakunya harga gas khusus maksimal US$6 per MMBTU bagi industri tertentu dan pembangkit listrik PLN.

Faris Aziz, Direktur Komersial PGN,  mengatakan peningkatan konsumsi tersebut mulai terasa sejak Mei 2020.

“Ekonomi Indonesia akan bergerak naik, demand naik sejak Mei. Juli ini sudah ada peningkatan 5,8% dibandingkan Juni,” kata Faris dalam diskusi virtual, Kamis (6/8).

Total ada 188 perusahaan dari berbagai sektor industri yang diatur salan Permen ESDM No 8 tahun 2020 yang menerima harga gas khusus. Tapi ada lima perusahaan yang belum menerima lantaran mereka memilih menghentikan aktifitas operasionalnya.

Faris menegaskan, secara keseluruhan PGN pada dasarnya telah siap untuk menyalurkan pasokan gas untuk harga khusus industri. “Yang lima itu industrinya sedang off, bukan kami tidak menyalurkan, mungkin kendala Covid-19. Mereka sedang evaluasi internal. Jadi sebenarnya distribusi ke pelanggan sudah 100%,” ungkap Faris.

Arief Handoko, Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan peningkatan konsumsi gas sesuai dengan harapan pemerintah yang sudah berkorban merelakan pendapatan negara yang akan hilang. Selama lima tahun ke depan jumlah perkiraan pendapatan negara yang hilang mencapai Rp87,4 triliun.

“Jadi penerimaan negara akan turun Rp87,4 triliun. Ini selama lima tahun dari 2020 hingga 2024, bukan dalam setahun,” kata Arief.

Namun demikian penurunan harga gas industri ini diperkirakan menghemat pengeluaran pemerintah sebesar Rp97,8 triliun dalam lima tahun. Penghematan sisi konversi pembangkit diesel PLN Rp13,1 triliun dan penurunan kompensasi listrik Rp54,7 triliun.(RI)