JAKARTA – Ketiadaan wakil PT Pertamina (Persero) dalam jajaran komisaris PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang baru ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Kamis (26/4) dipertanyakan. Padahal Pertamina telah menjadi induk usaha (holding) migas yang menaungi PGN.

Inas Nasrullah, Wakil Ketua Komisi VI DPR, mengaku heran dengan kondisi tersebut dan menduga ada oknum yang bermain di balik kondisi tersebut. Bahkan, jika tidak ada penjelasan maka tidak salah jika ada yang menilai pemerintah sedang melakukan sesuatu yang tidak wajar.

“Saya menduga bahwa ada sesuatu yang sengaja hendak ditutup-tutupi Rini Soemarno (Menteri BUMN),” kata Inas kepada Dunia Energi, Jumat (27/4).

Dalam skema pembentukan holding BUMN migas, saham pemerintah yang merupakan mayoritas di PGN sebesar 57% dialihkan kepada Pertamina sebagai induk usaha. Dalam RUPS, Fajar Harry Sampurno lengser dari kursi komisaris utama. Mantan direktur jenderal minyak dan gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang sekarang menjadi Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia ESDM (BPSDM ESDM), IGN Wiratmaja Puja didapuk menggantikan Fajar.

Selain menunjuk komisaris utama yang baru, RUPS juga menetapkan anggota dewan komisaris lainnya yaitu Hambra  yang juga Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN menggantikan Hendrika Nora Osloi S.

Pertamina tidak menempatkan orangnya di jajaran komisaris. Pertamina hanya mendapat jatah posisi direktur keuangan yang dijabat Said Reza Pahlevi yang sebelumnya merupakan direktur administrasi dan keuangan PT Pertamina Patra Niaga. Untuk posisi direktur utama tetap dijabat Jobi Triananda Hasjim dan direksi lainnya tidak berubah.

“Hal ini yang perlu dicurigai, ada apa? Memang patut diselidiki. Rini banyak menempatkan orang-orangnya dijajaran direksi PGN,” kata Inas.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan kondisi lazim seharusnya sebagai anak usaha (subholding), biasanya dikontrol atau pengawasan oleh holding dengan menempatkan komisaris disana. Namun kondisi tersebut masih bisa berubah seiring dengan dinamika bisnis PGN kedepan.

“Kemungkin banyak faktor. Salah satunya masih proses awal yang bisa saja nanti ada perubahan kebijakan,” tandas Komaidi.(RI)