JAKARTA – Pemerintah menyatakan tidak akan lagi mengizinkan distribusi dan penjualan bahan bakar minyak (BBM) berkualitas rendah atau dengan Research Octane Number (RON) 88 seperti Premium. Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan Indonesia adalah satu dari enam negara yang masih menggunakan BBM RON 88. Pemerintah memiliki komitmen untuk mengurangi emisi dalam jangka panjang, sehingga penggunaan BBM berkualitas rendah harus dihentikan.

“Kami komitmen untuk mengurangi emisi dalam jangka panjang, Kita salah satu dari enam negara di dunia yang menggunakan Premium. Jadi memang ke depannya akan ada pergantian (Premium) untuk bisa menggunakan energi yang lebih bersih yang dampaknya bisa mengurangi beban lingkungan,” kata Arifin disela rapat dengan Komisi VII DPR, Kamis (25/6).

Namun PT Pertamina (Persero) sebelumnya menegaskan belum ada arahan khusus dari pemerintah terkait rencana untuk menghapuskan Premium dari daftar BBM yang dijual ke masyarakat. Berdasarkan data yang dihimpun Dunia Energi, rencana produksi Premium masih besar. Pertamina berencana memproduksi Premium sebesar 532 ribu Kilo Liter (KL) per bulan dan Solar 975 ribu KL per bulan.

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan pendistribusian BBM RON 88 atau Premium merupakan penugasan dari pemerintah, sehingga Pertamina tidak akan berhenti mendistribusikannya sebelum mendapatkan arahan dair pemerintah. “Pertamina kan ada penugasan untuk menyediakan dan menyalurkan (Premium), yang dilakukan adalah edukasi dan mendorong,” kata Fajriyah kepada Dunia Energi.

Namun Fajriyah menambahkan, Pertamina akan terus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan BBM yang berkualitas tinggi atau minimal yang memiliki RON 90 ataupun diatasnya . “Itu sebabnya banyak program-program promo, cashback dan sebagainya untuk Pertalite, Pertamax dan sebagainya,” kata Fajriyah.

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 20 Tahun 2017 ditetapkan spesifikasi BBM jenis bensin yakni memiliki angka oktan (RON) minimal 91, kandungan sulfur maksimal 50 part per million (ppm). Sementara spesifikasi BBM jenis solar yaitu memiliki angka cetane (CN) minimal 51 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.

Selain masalah lingkungan, pengurangan jenis produk juga guna memudahkan dan meningkatkan efisiensi biaya distribusi. Jika jenis produk yang didistribusikan semakin sedikit, maka biaya distribusi bisa lebih rendah ujungnya bisa berpengaruh terhadap harga BBM ramah lingkungan yang bisa ditekan. Dalam program KLHK, penerapan standar EURO V untuk kendaraan berbahan bakar bensin akan dimulai di 2023 dan kendaraan solar mulai 2027.

Pertamina hingga kini masih menjual yang tidak memenuhi persyaratan KLHK baik dari sisi angka oktan maupun cetane dan kandungan sulfur, yakni Premium dan Solar (Biosolar). Spesifikasi Premium yakni RON 88 dan kandungan sulfur maksimal 500 ppm. Sementara Solar hanya CN48 dan kandungan sulfurnya masih cukup tinggi di level maksimal 2.500 ppm.

Produk BBM ramah lingkungan Pertamina sesuai regulasi KLHK hanyalah Pertamax Turbo yang dijual dengan harga Rp 9.850 per liter itu memiliki RON 98 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm. Untuk Pertamax dan Pertamax Turbo, meski memenuhi persyaratan RON, kandungan sulfurnya masih maksimal 500 ppm.

Sementara untuk jenis Solar, hingga kini belum ada yang memenuhi seluruh persyaratan KLHK. Pertamina Dex, misalnya meskipun telah memiliki CN 51, kandungan sulfurnya masih di level maksimal 500 ppm.

Menurut Fajriyah, Pertamina siap menjual BBM yang sesuai dengan aturan main dari pemerintah dengan sedang dilakukannya revitalisasi empat kilang melalui proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) minyak serta pembangunan kilang baru atau melalui Grass Root Refinery (GRR) yang akan menghasilkan BBM diatas syarat yang telah ditetapkan oleh KLHK. “RDMP dan GRR kan meningkatkan kualitas BBM. Kita juga harus memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai hal ini,” kata Fajriyah.(RI)