JAKARTA – Pemerintah harus memutar otak untuk bisa mengejar target rasio elektrifikasi sebesar 99,9% hingga akhir 2019. Pasalnya untuk tahun ini saja setidaknya ada 992.841 rumah tangga (RT) yang belum merasakan aliran listrik sama sekali. Bahkan jumlah tersebut didominasi rumah tangga yang justru tinggal di wilayah yang sudah tersedia jaringan dan infrastruktur listrik.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan kondisi tersebut menunjukkan bahwa penyediaan infrastruktur listrik sebenarnya tidak serta merta membuat listrik bisa langsung dirasakan.

“Untuk membangun distribusi baru PLN, tidak hanya infrastruktur yang diperhatikan tapi juga daya beli masyarakat,” kata Rida dalam sesi diskusi bersama media di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (8/3).

Data Kementerian ESDM, pada 2018 rasio elektrifikasi sudah mencapai 98,3%. Ini didapatkan dengan komponen perhitungan jumlah rumah tangga berlistrik yang tercatat mencapai 68.082.153 terdiri dari yang berlistrik dari PT PLN (Persero) sebanyak 65.269.307 dari non PLN sebanyak 1.400.058 rumah tangga. Serta dari Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) sebanyak 252.340 rumah tangga.

Data tersebut dihitung bersama dengan beberapa stakeholder terkait seperti, Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah  Provinsi, PLN, KSP, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.

Rida mengatakan pada tahun 2018 saja tercatat ada 1.160.448 rumah tangga yang rumahnya belum mendapat pasokan listrik. Angka tersebut tumbuh pada 2019 dengan adanya proyeksi pertumbuhan rumah tangga sepeti yang dikalkulasikan oleh BPS sebanyak 673.174 rumah tangga.

“Jadi untuk 2019 ada 1.833.622 rumah tangga yang belum berlistrik,” ungkap Rida.

Dari jumlah sebanyak itu diproyeksikan sebanyak 627.671 rumah tangga dianggap mampu untuk mengajukan penyambungan listrik. Sisanya, sebanyak 992.841 rumah tangga tercatat sebagai bagian dari rumah tangga miskin yang belum berlistrik.

“Jumlah itu yang harus dipikirkan bagaimana caranya membantu agar akses listrik bisa dirasakan. Itu padahal di daerah yang sudah ada jaringan listriknya,” ungkap Rida.

Ia menjelaskan ada beberapa strategi yang akan ditempuh untuk bisa mengalirkan listirk ke rumah tangga miskin tersebut. Pertama, bantuan dari pemerintah provinsi. Karena peran pemerintah daerah juga sudah diamanatkan dalam undang-undang untuk memastikan akses energi bagi masyarakat. Jadi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

“Jonan sudah surati gubernur pemerintah provinsi kan ada UU Energi, subsidi dan lain-lain itu tanggung jawab pusat dan daerah kan,” tukasnya

Strategi berikutnya adalah melalui kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) PLN. Berdasarkan koordinasi yang telah dilakukan dengan Kementerian ESDM, PLN sepakat akan melakukan penyambungan listrik ke 40.000 rumah tangga dengan biaya penyambungan ditanggung PLN.

Kemudian ada sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sebenarnya sudah diinisasi sejak akhir tahun lalu. Sampai 2018, sudah dipetakan bahwa sinergi dari bantuan berbagai BUMN akan membantu penyambungan listrik bagi 103.000 rumah tangga.

Berbagai upaya lain masih diperlukan untuk bisa memberikan akses listrik. Namun untuk melakukan beberapa langkah diperlukan persetujuan dari Menteri ESDM, dalam hal ini adalah Ignasius Jonan.

Beberapa langkah tersebut diantaranya adalah partisipasi badan usaha di sektor ESDM. “Loh kan ini sama saja seperti CSR sebenarnya,” kata Rida.

Kemudian peningkatan Program Pasang Baru Listrik (P2BL) 450 VA melalui CSR PLN dan sinergi BUMN. Memprioritaskan penyambungan untuk rumah tangga miskin belum berlistrik bukan untuk yang menyalur.

PLN sendiri pada tahun ini telah mendapatkan jatah Penyertaan Modal Negara (PMN) yang ditujukan untuk listrik desa sebesar Rp 5,88 triliun. PLN sendiri sebenarnya mengajukan PMN sebesar Rp 10 triliun, namun yang disetujui Rp 6,5 triliun, dimana listrik desa Rp 5,88 triliun kemudian Rp 0,62 triliun untuk  transmisi dan gardu induk sehingga masih ada kekurangan Rp 2,62 triliun  untuk bisa mengejar rasio elektrifikasi 99,9%.

Untuk mengisi kekurangan tersebut pemerintah pun akan mengandalkan penggunaan LTSHE di daerah pelosok yang rencananya akan bertambah sebanyak 112.564 rumah tangga.(RI)